Tulisan ini sekadar catatan dan sharing perjalanan diet saya, bukan sebagai bahan promosi apa
pun. Tetapi apabila ada yang lantas termotivasi adalah di luar intensi awal
saya menuliskan catatan ini.
Tanggal
4 Januari 2019, tepat 1 tahun saya menjalankan pola hidup Ketogenic, tercatat
berat badan saya 75 kg, sehingga
terhitung berat badan saya sudah turun sebanyak 30,5 kg.
Untuk ukuran kemeja, yang
berpatokan pada merk Alisan, pada nomor 15½dengan cut Slim Fit, sedangkan untuk
kaos dan jaket pada ukuran M. Untuk beberapa celana pantalon dan jeans,
saya sudah mengenakan ukuran 33 atau 34.
Keluarga
di rumah pun kembali termotivasi untuk mengikuti pola hidup Ketogenic. Dari
hasil yang saya capai dan beberapa sharing knowledge yang saya lakukan, Mama
dan adik saya mulai kembali fokus untuk lebih baik lagi menjalankan dietnya.
Mereka berdua sempat kepayahan mengikuti diet“aliran sebelah sana” meski sudah mendapatkan efek yang sama.
Istri
saya sempat juga ketat menjalankan diet Ketogenic karena sempat menderita vertigo.
Dan sekali lagi diet Ketogenic terbukti bisa menyembuhkan vertigo,
seperti yang lebih dulu pernah diderita Mama saya.
Demi
kemudahan konsumsi, stok telur ayam ditingkatkan di rumah kami. Banyak cemilan
“umum” yang mulai menghilang dari stok dan digantikan dengan cemilan yang Keto
friendly. Adik saya bereksperimen dengan menu makanan dan kue yang Keto
friendly. Bahkan kami sempat “menginventarisir” warung-warung makan dengan
menu-menu Keto friendly yang mudah dijangkau layanan delivery,
yang salah satunya adalah warung masakan Betawi yang sangat recommended untuk
rasa dan variasi menunya.
sebagian menu masakan khas Betawi
Beberapa
kawan dan kenalan juga banyak bertanya soal “kekurusan” saya. Banyak juga yang
bertanya, nggak sedikit juga yang “menghakimi”. Di antara yang bertanya, banyak
yang tertarik ikut diet ini. Tetapi di antara yang tertarik ikut, cuma sedikit
yang akhirnya beneran menjalani, meski semuanya sempat langsung di bawah
“bimbingan” saya.
Dari
pengalaman saya, yang benar-benar saya alami dan pahami, mereka yang akhirnya
benar-benar “sukses” menjalani pola hidup Ketogenic hanyalah mereka yang
mendapatkan pencerahan, atau dalam term Saudara-saudara Muslimin adalah mendapatkan
“hidayah”, karena dengan tercerahkan maka mereka dengan yakin terus
menjalankan dan tetap selalu mau belajar dan belajar untuk tidak menyerah di
tengah-tengah ketidaktahuan.
Seperti
yang disampaikan sebelumnya, bahwa diet Ketogenic masih belum ada acuan
bakunya, sehingga tidak cukup hanya dengan pasrah menjalankannya saja. Pelaku
diet Ketogenic harus selalu mau belajar untuk terus menerus menambah wawasan, bukan
karena pola
hidup Ketogenic yang selalu berubah
tetapi karena pola hidup ini selalu menarik untuk digali lebih dalam dan lebih
dalam lagi. Misalnya, menjalani pola hidup Ketogenic akan “naik level” apabila healthy
Keto juga dikombinasikan dengan intermittent fasting, karena gaya
hidup Ketogenic bukan lagi soal turun berat badan tetapi lebih untuk menuju
kesehatan yang paripurna.
Setelah
satu tahun dalam pola hidup Ketogenic, saya memutuskan untuk tidak lagi
menimbang berat badan setiap pagi. Berat badan saya timbang mungkin hanya 1
minggu 1 kali saja, biasanya setelah weekend atau setelah pola makan tidak seketat hari-hari biasa.
Di
hari-hari selain weekend pun kadang
saya sedikit melonggarkan menu yang saya makan atau minum. Tetapi karena tubuh
saya sudah “berubah”, tubuh saya selalu siap untuk memberikan warning/peringatan
apabila saya mengonsumsi carbohydrate dan/atau sugar berlebih.
Ibarat kendaraan bermotor, “mesin” di tubuh saya
sudah harus mengonsumsi bahan bakar terbaik dengan asupan oli pelumas terbaik,
sehingga dalam melonggarkan asupan pun saya meminimalisir resiko ‘brebet’ dan
‘nglitik’.
Meski
sedikit melonggarkan menu yang dimakan, setelah berjalan satu tahun dalam pola
hidup Ketogenic, tubuh saya cenderung lebih tahan lapar; meski makan malam
terakhir kali jam 6 sore pun, keesokan harinya saya sanggup tidak makan sampai
jam 2 siang misalnya. Hal
seperti ini bisa terjadi setiap hari, hal yang sangat
menguntungkan dalam hari-hari kerja karena konsentrasi dan ritme kerja tidak
mudah terganggu oleh lambung yang menjerit kelaparan.
Tulisan
ini saya cukupkan pada masa satu tahun menjalankan diet Ketogenic,
pada saat berat badan saya sudah “ajeg” di kisaran 75 kg dan semua proses yang
terjadi, baik itu proses biologis, fisik, dan psikologis, sudah membentuk pola hidupsaya yang baru.
Tulisan ini sekadar catatan dan sharing perjalanan diet saya, bukan sebagai bahan promosi apa
pun. Tetapi apabila ada yang lantas termotivasi adalah di luar intensi awal
saya menuliskan catatan ini.
Selama
menjalani diet Ketogenic, saya paling merasakan badan mengalami dua kali adaptasi.
Yang paling pertama adalah beradaptasi dengan menu makanan yang total zero sugar dan memaksa langsung zero carbohydrate sekaligus juga memaksa
langsung tidak sarapan pagi. “Memaksa” mungkin terdengar mengerikan dan
berbahaya, tetapi untuk memaksa diri saya sendiri, minimal dengan berbekal pengalaman rutin menjalani Puasa Ramadhan, saya cukup dapat memperhitungkan
adaptasi macam apa yang akan saya alami, paling tidak dalam
seminggu pertama menjalani diet Ketogenic tanpa sarapan, zero sugar dan zero carbohydrate.
Buat
saya yang sehari-hari beraktivitas di kantor, yang lebih banyak duduk di hadapan
komputer, keberanian memaksa diri untuk memulai diet Ketogenic dengan tidak
sarapan bukanlah hal yang luar biasa. Kondisi fisik tubuh yang langsung menurun
karena baru memulai dietrelatif cukup “mudah” diantisipasi dengan tetap duduk manis di meja kerja. “Ujian” yang
paling utama adalah sejak pagi duduk di depan komputer dengan perut lapar yang sedikit banyak mengganggu proses berpikir tetapjelas
dan tenang.
Satu
hal yang mempermudah adaptasi proses tanpa sarapan adalah karena saya masih tetap boleh menikmati kopi straight
black sepagi mungkin. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, caffeine kopi memang tidak banyak
berpengaruh terhadap badan saya, tetapi minimal sruputan cairan pahit gurih
sedap hangat itu memberikan sugesti yang menyamankan pikiran saya, meskipun
bukan total moodbooster.
Masih
boleh minum kopi dan masih boleh minum minuman zero sugar dan zero
calorie sambil menunggu waktu makan siang cukup membuat
adaptasi saya lebih mudah dibanding adaptasi saya saat menjalani
awal Puasa Ramadan. Cukup menahan diri mendengarkan suara krucukan lambung yang
kelaparan dan kepala yang sedikit pusing dengan tetap berusaha duduk tenang sambil kadang menambah asupan kopi.
Yang
membuat kepala sedikit pusing, selain karena lambung tidak diisi makanan, juga
karena sama sekali tidak mengonsumsi sugar.
Untuk penjelasan keterkaitan konsumsi sugar
dan kepala yang pusing akan saya singgung lagi nanti.
Adaptasi
rasa kelaparan dan kepala pusing hanya terjadi pada minggu pertama menjalankan
diet Ketogenic, yang ternyata rentang waktunya tidak jauh berbeda dengan proses
adaptasi dalam menjalankan Puasa Ramadan. Untuk minggu-minggu selanjutnya,
tubuh saya secara organik sudah menemukan ritmenya dan tidak lagi mengalami
pusing kepala. Hal ini bukan saja karena “dibiasakan” tetapi juga didukung
asupan makanan yang cukup nutrisinya.
Adaptasi
yang berikutnya adalah sewaktu memasuki masa transisi menuju kondisi Fat Adaptedyang
ternyata prosesnya tidak mudah dan tidak sederhana.Tubuh
saya yang lebih dari 40 tahun sebagai glucose
burner berproses menjadi fat burner
yang ternyata tidak sesederhana mengganti menu makanan dan meniadakan asupan sugar. Sebagian penggantian menu makanan
ternyata adalah proses “pancingan” supaya tubuh saya lebih mencari lemak
menjadi bahan bakar utamanya. Dan untuk menjadikan lemak badan sebagai bahan
bakar utama, tubuh berproses beradaptasi secara hormonal dan pada level sel.
Proses
menuju Fat Adapted inilah yang
membuat tubuh saya sempat sakit-sakit seperti demam. Buat saya yang dulunya
“langganan” sakit demam sebulan sekali, demam Fat Adapted ini berbeda karena saya tidak merasakan adanya
titik-titik infeksi seperti demam pada umumya meski dengan gejala umum yang
hampir sama.
Keto Flu
Demam
yang
muncul dalam proses Fat
Adapted ini sebenarnya sudah sejak awal diingatkan oleh beberapa narasumber
diet Ketogenic yang saya ikuti. Tetapi antisipasinya baru “ditemukan” setelah
saya melaluinya. Menurut beberapa dokter, demam ini, yang lebih dikenal dengan
sebutan “Keto Flu”, bisa
diminimalisir dengan asupan Sodium yang cukup sejak memulai proses diet.
Sayangnya informasi ini baru saya ketahui belakangan setelah saya melalui Keto Flu sehingga tidak bisa saya
buktikan sendiri.
Karena
sudah diingatkan sejak awal bahwa akan mengalami Keto Flu, saya sempat yakin mengalaminya lebih awal karena pada
pertengahan minggu ke-9 diet
Ketogenic saya sempat mengalami demam selama 7 hari.Tetapi
belakangan ternyata itu hanya demam biasa yang terjadi mungkin karena kondisi saya sedang
menurun saja.
Sepuluh
hari kemudian, pada akhir minggu ke-11 diet Ketogenic,
saya mengalami lemas
selama 5 hari, namun tidak demam, sampai saya harus
mengambil cuti supaya bisa total istirahat di rumah. Kali ini tubuh saya
benar-benar lemah, lengkap dengan kepala yang pening, tapi tidak merasakan
infeksi di mana pun. Meski waktu itu saya belum tahu cara antisipasinya, pola
makan dan menu makanan tetap saya pertahankan sesuai diet Ketogenic.
Persis
setelah 5 hari, kondisi fisik saya kembali fit seperti semula, bahkan terasa
lebih ringan untuk beraktivitas rutin. Efek yang paling jelas adalah saya tidak
lagi mudah merasa lapar. Menunda makan siang lebih lama menjadi lebih mudah.
Donor Darah, Tensi dan Hb
Sebuah rutinitas yang tetap saya lakukan selama diet Ketogenic adalah melakukan donor darah.
Selain terasa “nagih”, yang
saya baru sadari belakangan, sesi pemeriksaan tensi darah
dan Hemoglobin darah berguna
untuk mengetahui kesehatan darah saya; apakah tensi darah
saya normal, apakah Hemoglobin (Hb) darah saya mencukupi kriteria sehat dan
layak mendonorkan darah.
Selama
masa dewasa, tensi darah saya selalu dalam batas normal, yaitu 120/80. Dalam kondisi sakit
sekalipun, seperti saat suatu kali saya menderita paratyphus, tensi saya
masih pada batas normal. Begitu
juga batas yang ditunjukkan saat pemeriksaan tensi setiap kali sebelum donor
darah.
Saat menjalani diet Ketogenic adalah angka kadar Hb darah saya yang cenderung
“membaik”. Hal
ini cukup menarik karena selama bertahun-tahun
mendonorkan darah, kadar Hb darah saya selalu mendekati batas atas yang
diperbolehkan yaitu 17 g/dL. Saya sempat beberapa kali ditolak mendonorkan
darah karena Hb darah saya melewati batas atas. Untuk menurunkannya, saya
disarankan untuk banyak minum air, mengurangi makan sayur berwarna hijau, dan
mengurangi asupan protein berlebihan.
Saya
menjalani diet Ketogenic sejak awal Januari 2018 dan selama tahun 2018 itu pula
saya tetap melakukan donor darah. Sepanjang tahun 2018 angka hasil pemeriksaan
Hb darah saya sebelum donor darah menunjukkan kisaran 15 – 16 g/dL. Angka ini berada di
bawah 17 g/dL, sehingga saya tidak perlu kuatir tidak lolos pemeriksaan
kualifikasi donor darah.
Formulir Peserta Donor Darah
Level
Hb darah saya membaik tapi dengan menu makanan yang “terbalik” dengan yang
disarankan. Menu makanan diet Ketogenic jelas high fat, more protein
dan mengonsumsi banyak sayuran hijau yang pada kondisi tubuh saya justru mampu
menurunkan level Hb darah. Jadi makanan atau asupan apa yang sebenarnya bisa
menurunkan kadar Hb darah?
Gluconeogenesis
Pada
satu waktu, saat Herbert sedang mampir di Jakarta, kami bersama beberapa teman
janjian untuk makan siang bareng. Waktu itu jatuh pada hari Sabtu, kami janjian
bertemu di sebuah resto sea food dan
saya yang paling pengangguran di antara kawan-kawan lainnya berinisiatif untuk
menjemput Herbert di rumah Ibunya di kawasan Tanjung Duren.
Siang
hari pada hari Sabtu adalah saatnya lalu lintas di Jakarta Barat berkubang
dalam kemacetan.Perjalanan dari rumah
yang saya mulai pukul 11 siang adalah perjalanan dalam panas dan macet
ditimpali rasa lapar yang sudah mulai muncul, tetapi saya tetap mampu fokus
berkendara dalam perjalanan yang memakan waktu lebih
dari 20 menit.
Sesampai
di Tanjung Duren hampir pukul 13, saya sampaikan ke Herbert bahwa saya sedang merasakan perut lapar tetapi kepala tetap tenang dan tidak pusing sedikit pun. Kami pun lanjut
berdiskusi sambil ngopi karena ternyata kawan-kawan
yang lain belum bisa berkumpul pada waktu makan siang. Kopinya enak deh.
Salah
satu hal yang dipahami dalam mempelajari diet Ketogenic adalah bahwa jumlah ideal glucose dalam darah di seluruh tubuh manusia hanyalah sebanyak 1½ sendok teh setiap harinya. Dan
organ tubuh manusia yang membutuhkan bahan bakar glucose hanyalah otak. Lalu bagaimana otak manusia terpenuhi
kebutuhan glucose-nya sementara badan yang diet Ketogenic tidak mendapatkan asupan sugar dan carbohydrate? Ternyata liver
manusia memiliki kemampuan melakukan konversi Ketones menjadi glucose sebanyak yang dibutuhkan dan
mengirimnya ke otak. Kemampuan konversi itu disebut Gluconeogenesis.
Gula Darah Normal
Hal yang menyebabkan saya mampu tetap fokus berkendara dalam kondisi perut
kelaparan tanpa mengalami
pusing kepala kemungkinan besar adalah
karena saya
sudahFat Adapted dengan liver sehat sehingga mampu melakukan gluconeogenesis untuk memberikan asupanglucose yang dibutuhkan otak. Selama tubuh masih memiliki stored fat yang bisa diubah menjadi Ketones, maka kebutuhan glucosetetap bisa dipenuhi.
Dari
situ juga bisa dipahami bahwa tubuh yang dalam kondisi
Ketosis saat mengalami kelaparan tidak lalu menjadi
pemarah/gelisah/cranky karena kebutuhan glucose untuk otak selalu
dapat terpenuhi. Situasi yang sangat berbeda apabila tubuh masih sebagai glucose
burner karena glucose dalam darah mudah habis, bahan bakar untuk
otak menjadi defisit, dan harus segera dipenuhi lagi
melalui asupan makanan atau minuman.
Akhirnya
hari itu kami baru berkumpul untuk
makan siang kira-kira menjelang pukul 16.30. Memang sudah tidak lagi masuk waktu makan siang tapi belum juga masuk waktu makan
malam, tetapi kami sangat menikmati hidangan menu sea food kami dengan
nyaman dan seru. Kelaparan kami hanya terjadi di lambung, namun kepala kami
tetap fokus dan mental kami tetap tenang.
Ramadan 2018
Puasa
Ramadan tahun 2018, yang berlangsung sejak pertengahan bulan
Mei hingga pertengahan bulan Juni 2018, menjadi salah satu episode yang menarik
di tahun itu. Ibadah tahunan yang di tahun 2018 berlangsung setelah masa 3
bulan pertama diet Ketogenic saya, yang juga sudah melewati tahap Fat Adapted, dapat saya jalani dengan
sangat lancar, jauh lebih lancar dibandingkan Puasa Ramadan yang saya jalani di
tahun-tahun sebelumnya.
Puasa
Ramadan kali ini, saya melakukan One Meal
A Day (OMAD) selama 15 hari, meski tidak dalam waktu yang berturut-turut
dari total 29-30 hari jalannya ibadah Puasa, saya hanya makan pada saat berbuka
puasa, dan pada saat sahur hanya minum kopi straight
black, yang mungkin bagi pemahaman banyak orang adalah sebuah kebiasaan
yang “berbahaya”. Sebagaimana kebiasaan umum, dalam rangka menyambut seharian
yang panjang tanpa makan dan minum, tentunya sebaiknya kita mengonsumsi makanan yang cukup pada saat sahur supaya minimal tidak ada gangguan
lambung. Tetapi yang saya alami adalah sebaliknya, lambung saya tetap tenang
sepanjang hari.
Meski
saya hanya minum kopi saat sahur, lambung saya pun cukup tenang. Sangat berbeda
dibandingkan dengan saat Puasa Ramadan tahun-tahun sebelumnya, meski saya
selalu makan pada saat sahur, lambung saya mulai terasa perih begitu
mendekati pukul 10 pagi. Saat melakukan OMAD, saya mulai merasakan lapar ketika
waktu sudah menjelang soresetelah hampir 24 jam dari
waktu berbuka puasa sehari sebelumnya.
Ibadah
Puasa Ramadan yang dari sahur hingga waktu berbuka tanpa makan dan minum (dry fasting) dan selama 15 hari
melakukan OMAD, ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan berat
badan saya. Tercatat penurunan berat badan saya pada akhir masa Puasa Ramadan 2018 sebanyak 2,5 kg.
Beribadah
Puasa dengan tetap menjalankan diet Ketogenic dan beberapa kali melakukan OMAD
membuat Puasa Ramadan tahun 2018 sebagai Puasa Ramadan saya yang cukup hemat untuk pertama kalinya. Menu makanan yang zero sugar + low carbohydrate,
menu berbuka yang dicukupkan dengan hanya air + ACV,
menu sahur yang lebih sering berupa kelebihan dari menu makan Istri, cukup kopi
straight black, lambung yang mudah
dikenyangkan dan tetap terasa
kenyang sepanjang hari, sangat-sangat menjauhkan dari
segala macam camilan, gorengan, kolak, sirup, dan sebagainya, yang biasanya
menjadi menu khas selama Puasa Ramadan.
Puasa
Ramadan juga waktunya banyak obral/salepakaian menjelang Lebaran. Di musim sale
menjelang Lebaran tahun 2018, saya memberanikan diri untuk berburu pakaian
baru. Kalau di tahun-tahun sebelumnya saya tidak pernah tertarik untuk ikutan
musim sale karena saya meyakini
sebagian besar
pakaiansale, terutama yang berdiskon besar, tidak mengakomodir ukuran tubuh saya.
Terkait dengan ukuran pakaian juga, untuk musim sale tahun 2018 adalah waktunya saya mengetahui ukuran pakaian saya
yang paling aktual, terutama ukuran celana panjang, setelah lebih dari 10 tahun
selalu mengenakan celana panjang yang dijahit khusus.
Dari
musim sale tahun 2018 itulah saya
mengetahui bahwa ukuran kemeja saya di nomor 15½ , kausdalam ukuran M, celana pantalon/jeans ukuran 34, yang belakangan
ternyata ukuran celana saya semakin menyusut lagi. Kalau sebelumnya saya selalu
lebih dulu
menanyakan ukuransebelum membeli
produk pakaian, kali ini saya bisa memilih produk yang saya sukai dengan diskon
paling banyak karena ukuran untuk tubuh saya pasti ada.
Musim sale yang paling menggembirakan
buat saya!
Tulisan ini sekadar catatan dan sharing perjalanan diet saya, bukan sebagai bahan promosi apa
pun. Tetapi apabila ada yang lantas termotivasi adalah di luar intensi awal
saya menuliskan catatan ini.
Saya memulai diet Ketogenic dengan meyakinkan diri bahwa ini adalah pilihan yang harus
dijalankan dengan sungguh-sungguh. Menjalankannya dengan sungguh-sungguh
dimulai pada waktu pagi-pagi sekali, persis setelah bangun tidur, buang air
kecil, lalu segera menimbang berat badan.
Menimbang
berat badan di pagi hari diniatkan sebagai penanda dan kendali atas perilaku
makan dan pengingat menu makanan yang dimakan sehari sebelumnya. Pencatatan
berat badan diniatkan untuk dilakukan selama minimal waktu tiga bulan
sebagaimana disarankan dalam menjalankan diet Ketogenic.
Menimbang
berat badan dilakukan mengunakan timbangan berat badan digital demi menunjukkan
angka yang detil beserta desimalnya untuk pencatatan yang lebih lengkap.
Penimbangan erat badan pada tanggal 4 Januari 2018 menunjukkan angka 105,5
kilogram dan perjalanan diet Ketogenic dimulai.
Pencatatan
berat badan setiap pagi menjadi salah satu patokan yang dapat dipelajari selama
menjalankan diet Ketogenic. Jenis menu makanan dan pola makan dapat
mempengaruhi fluktuasi berat badan yang terjadi setiap hari. Seberapa banyak
berat badan yang turun pada minggu pertama pada bulan pertama dapat terpantau
dengan baik.
Menimbang
berat badan di pagi hari yang semula diniatkan selama tiga bulan akhirnya
berlanjut hingga satu tahun penuh. Keputusan untuk melanjutkan penimbangan
berat badan rutin selama setahun penuh demi untuk memantau berat badan hingga
mencapai angka yang stabil dengan pola makan dan menu makanan diet Ketogenic
yang sudah tertata dan terjaga.
Dari
catatan yang ada, berat badan saya mencapai “titik terendah” dan stabil terjadi
pada bulan kesepuluh. Setelah berat badan tetap dan stabil hingga akhir
Desember 2018, saya putuskan untuk menghentikan kegiatan penimbangan berat
badan rutin tiap hari itu pada tanggal 4 Januari 2019.
Grafik Perubahan Berat Badan
Selalu Belajar
Pencerahan
di awal ternyata tidak cukup menjadi “bahan bakar” utama selama perjalanan diet
ini. Menjalankan diet Ketogenic ternyata adalah waktunya bagi saya untuk selalu belajar. Pelajaran yang paling penting adalah
“mendengarkan” kebutuhan tubuh kita sendiri. Dimulai sejak pagi hari setelah
bangun tidur saya sudah memulai hari dengan mendengarkan apakah sepagi itu
sudah merasakan lapar?!
Sebagaimana
diet Ketogenic yang belum memiliki acuan yang baku, makan menunggu lapar bisa
dalam waktu yang pendek atau mungkin hingga waktu yang lebih lama, yang bisa disesuaikan dengan daya tahan tubuh masing-masing individu. Tubuh
memberikan banyak tanda-tanda terkait dengan kebutuhan asupan, bukan hanya
sebatas rasa lapar, mungkin juga dengan sedikit pusing, atau
mungkin sedikit mual, bisa juga kesulitan buang air besar. Tanda-tanda dari
tubuh semacam itulah yang harus selalu dipahami dan cari penjelasan serta
solusinya. Beberapa tanda di antaranya bisa saja baru diketahui pada saat
menjalankan diet Ketogenic dan “beberapa” hal itu bisa saja cukup banyak
dan wajib dipelajari lebih lanjut.
Belajar
menerjemahkan tanda-tanda dari tubuh sering saya konfirmasikan kepada Herbert
sebagai orang yang bertanggung jawab “menjerumuskan” saya ke dalam diet
Ketogenic ini. Beberapa tanda bisa dijelaskan olehnya, bahkan dilengkapi dengan
solusinya. Tetapi untuk beberapa tanda yang lain, dan untuk “pelajaran” yang
lebih detail, seringkali Herbert
menyampaikan link artikel dan/atau video
“tutorial” dari internet.
Video “Tutorial” di Internet
Kita
tentu paham bahwa tidak semua hal-hal yang terdapat di cyber world
terjamin kebenarannya, tetapi sebagai individu yang hampir setiap saat
memanfaatkan internet sebagai sumber data, tentunya saya memiliki cukup cara
untuk memeriksa keabsahan digital track dari penyusun artikel dan video
yang diteruskan oleh Herbert. Tentunya saya juga meyakini bahwa pengalaman
Herbert menjalankan diet Ketogenic menjamin pemahamannya akan diet ini cukup valid.
Khususnya
video mengenai diet Ketogenic, atau yang juga dikenal dengan “Low Carbs High Fat diet”, terdapat beberapa YouTube channel yang sering
saya jadikan referensi. Dimulai dari channelDr.
Eric Berg, yang pada awalnya direkomendasikan oleh Herbert sendiri, hingga ke YouTube
channelDr. Ken Berry, Dr. Eric Westman – Adapt Your Life, dan 2 Fit Docs. Sebagian besar dari channel
tersebut saya temukan dari “rekomendasi” YouTube. Dunia internet memiliki
algorithma tertentu yang mampu memberikan rekomendasi-rekomendasi sesuai dengan
tema-tema yang berulang kali kita cari dan lihat.
Sebagian
dari content creator channel tersebut pernah saling bertemu dan
berkolaborasi dalam satu video. Sebagian lagi saya ikuti karena keunikan cara
mereka menjalankan diet Ketogenic yang mungkin bisa jadi referensi saya untuk
menirunya, misalnya tetap makan sehari 3 kali tapi tetapi dengan menu-menu yang
terjaga dan pada waktu-waktu yang tepat.
Artikel
dan video di internet saya jadikan bahan untuk mengkonfirmasi pengetahuan saya
tentang diet Ketogenic dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh, di antaranya juga
untuk menambah wawasan mengenai solusi permasalahan yang ditemui dalam
menjalankan diet ini. Dari sana saya banyak juga mendapat pengetahuan mengenai
kerja hormon tubuh manusia yang lebih menjelaskan mengapa sebaiknya manusia
selalu dalam kondisi Ketosis.
Di
sisi yang lain, karena sebagian besar channel itu berasal dari Amerika
Utara, saya menjadi memahami kendala-kendala yang dihadapi mereka di sana dalam
menjalani diet Ketogenic dibandingkan dengan kendala yang saya hadapi
sehari-hari.
Salah
satu wawasan yang menarik yang saya temukan dan terkait dengan diet Ketogenic
adalah pembuktian pengobatan dan penyembuhan diabates tipe 2 (tipe penyakit
diabetes akibat pola makan dan gaya hidup, bukan bawaan) dengan terapi intermittent
fasting (puasa jeda waktu) dan low carbs high fat diet oleh Dr.
Jason Fung di Kanada. Beberapa video “kuliah” Dr. Jason Fung,
video kesaksian pasien-pasiennya, dan video interview-nya bersama Dr. Eric
Berg seperti menyemangati saya dan menguatkan fokus saya
dalam menjalani diet Ketogenic untuk memperoleh level kesehatan yang lebih baik
lagi.
Informasi paling banyak yang saya dapat mengenai diet Ketogenic adalah pentingnya
nutrisi dari menu makanan yang kita makan. Komposisi menu makanan zero sugar
+ low carbs + high healthy fat + middle protein volume
bukan berarti lalu mengesampingkan asupan nutrisinya. Untuk mencapai
metabolisme tubuh yang baik menuju kesehatan yang prima adalah sangat penting untuk
selalu mengutamakan nutrisi dari setiap menu makanan yang kita makan. Kebutuhan
akan asupan nustrisi, vitamin dan mineral bukan didapat dari suplemen buatan
atau pun dari makanan/bahan makanan yang diperkuat/fortified. Kita wajib
mencari asupan untuk kebutuhan tersebut dari real food yang kita
konsumsi sehari-hari.
Sebagai contoh,
biasanya asupan vitamin C kita peroleh dari banyak buah-buahan. Tetapi
dalam menjalankan diet Ketogenic, jeruk lemon adalah sumber vitamin C yang paling
aman karena kadar fructose-nya yang paling rendah. Fructose
yang masuk ke dalam tubuh manusia diproses oleh liver. Kadar fructose
yang rendah pada jeruk lemon tentunya mengurangi beban kerja liver.
Selain
memberikan vitamin C dengan kadar fructose rendah, kadar asam jeruk
lemon juga dapat membantu menjaga level keasaman lambung sehingga selalu aman
mendukung proses pencernaan. Untuk mengonsumsi jeruk lemon dipersilakan dengan
dijadikan juice atau diproses menjadi infused water, yang
tentunya tanpa ditambahkan sugar dan juga sebisa mungkin mengonsumsi
jeruk lemon yang organik.
Buah-buahan
memiliki rasa manis karena mengandung sugar yang biasanya terdiri dari fructose,
glucose, sucrose, maltose, galactose dengan kadar
dan komposisi yang berbeda-beda. Semakin rendah kadar glucose dalam
buah, semakin rendah pula potensi kenaikan sugar dalam darah apabila
buah tersebut dikonsumsi
tubuh manusia.
Bahan
lain yang juga dapat menjaga kadar keasaman lambung adalah cuka apel atau Apple
Cider Vinegar (ACV) yang cukup baik dikonsumsi dalam dosis 1 sendok makan dicampur dengan segelas air. Sebaiknya ACV dikonsumsi pada
saat perut kosong tetapi juga baik untuk dikonsumsi setelah makan, cukup 2 kali
konsumsi dalam sehari. Selain menjaga level keasaman lambung, ACV juga baik
untuk menekan level insulin dalam darah sehingga tidak berlebihan sehingga
dapat mencegah insulin menginstruksikan kelebihan glucose dalam darah
menjadi stored body fat.
Pada
awal memulai diet Ketogenic, saya mengalami buang air kecil yang cukup sering.
Beberapa informasi yang saya dapatkan, sering buang air kecil, bahkan dalam
volume yang banyak setiap kalinya, memang adalah efek normal dari diet
Ketogenic. Kemungkinan besar hal ini terjadi sebagai bagian dari proses pengeluaran/pengurangan
berat air tubuh (water weight) yang memang tambahan beban berat badan
secara keseluruhan di samping berat lemak badan (body fat weight).
Belakangan
saya juga memahami bahwa terjadinya buang air kecil yang cukup sering adalah
karena konsumsi carbohydrate yang sangat rendah dalam diet Ketogenic.
Kadar asupan refinedcarbohydrate yang tinggi ternyata bisa menahan
banyak cairan dalam tubuh sehingga menimbulkan water weight.
Refined carbohydrate adalah karbohidrat yang diproses berulang-ulang
menjadi tepung makanan, sehingga mineral-mineral asli yang seharusnya dibawa
dari sumber aslinya di alam menjadi terpisahkan. Saat dikonsumsi tubuh, refined carbohydrate akan mengikat
mineral-mineral yang ada di dalam tubuh sehingga membuat tubuh kekurangan
mineral. Kondisi ini mengganggu keseimbangan mineral dalam tubuh yang dapat
mengganggu kerja sel-sel tubuh. Secara alamiah tubuh akan berusaha menjaga
keseimbangan mineral yang dibutuhkan dengan mempertahankan jumlah air lebih
banyak, karena selain mengandung H2O, air juga mengandung electrolyte yang terdiri dari beberapa mineral. Hal inilah yang
kemudian membuat terjadinya penumpukan water
weight dalam tubuh yang banyak mengonsumsi refined carbohydrate.
Meski
pengeluaran water weight adalah hal yang normal dan baik, tetapi juga
perlu diwaspadai karena kemungkinan besar juga terjadi pengeluaran mineral bersamaan
dengan proses itu, terutama Sodium, secara besar-besaran dari
tubuh kita. Salah satu efek kekurangan Sodium yang cukup dirasakan tubuh kita
adalah rasa lemas dan gemetar yang berlebihan.
Cara
yang paling mudah untuk memenuhi kebutuhan tubuh kita akan Sodium adalah dengan
minum larutan air garam, cukup campurkan segelas air dengan satu sendok teh
garam. Yang perlu diperhatikan adalah garam yang digunakan harus garam asli, bukan hasil refinery, juga bukan
garam khusus penderita darah tinggi. Pilihan garam asli bisa yang diperoleh dari
air laut atau garam Himalaya.
Kebutuhan
akan Sodium dalam sehari sebenarnya dapat dipenuhi cukup dalam 1 gelas larutan
air garam, tetapi apabila dibutuhkan, misalnya kepala terasa pusing, kelaparan
berlebihan, atau lelah setelah olah raga/kerja fisik, dipersilakan untuk menambah asupan larutan air garam secukupnya. Larutan air garam
cukup dapat memenuhi kebutuhan electrolyte
yang hilang dalam keringat yang tubuh kita keluarkan selama beraktivitas.
Fungsi larutan air garam sangat mirip dengan larutan oralit yang sering
dikonsumsi pada saat menderita diare tetapi tentunya larutan air garam tidak
ditambahkan sugar ke dalamnya.
Menyinggung
rasa lelah setelah beraktivitas fisik berat, selain mengonsumsi air garam,
ternyata larutan air + ACV juga mampu menghilangkan rasa lelah tersebut.
Mungkin larutan air + ACV tidak menggantikan electrolyte yang terbuang, tetapi cukup mampu memberikan efek segar
tubuh kembali. Hal ini saya buktikan sendiri untuk menjawab pertanyaan
kebiasaan minum air gula/manis setelah aktivitas fisik berat. Rasa lelah yang
saya alami setelah aktivitas mencuci mobil memang berhasil diatasi dengan minum
larutan air + ACV.
Magnesium
juga menjadi salah satu mineral yang diperlukan. Bagi mereka yang rutin berolah
raga biasanya cukup familiar dengan kebutuhan asupan mineral yang satu ini.
Sebagian dari mereka mengandalkan pisang sebagai makanan yang dianggap dapat
memenuhi kebutuhan akan Magnesium. Salah satu efek kekurangan Magnesium adalah
dapat menyebabkan detak jantung yang tidak beraturan/arrhythmia.
Tapi
tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya sayuran berwarna hijau tua lah yang
lebih banyak mengandung Magnesium dibandingkan pisang. Selain kandungan
Magnesium yang minim, pisang juga masih terlalu banyak mengandung fructose.
Sayuran
berwarna hijau tua, kecuali kangkung yang seratnya agak sulit dicerna, sangat disarankan dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan Magnesium dan Potassium. Sayuran berwarna hijau tua yang memiliki kandungan Magnesium tinggi
adalah Kale. Sayangnya tingginya kandungan Magnesium dalam Kale juga berbanding
lurus dengan harganya yang tinggi. Tapi jangan kuatir, untuk harga yang lebih
murah, daun pepaya Jepang juga memiliki kandungan Magnesium yang tinggi, yang
tentunya perlu dikonsumsi sedikit lebih banyak dibandingkan dengan Kale.
Tanaman Kale
Saya
sempat mengonsumsi juice dari daun
pepaya Jepang 2x seminggu selama beberapa minggu. Efeknya mungkin tidak terlalu
terasa dibandingkan rasanya dari juice-nya
yang “begitu” lah.
Silakan membayangkan sendiri rasa juice sayuran murni tanpa tambahan apa pun. Minum juice sayuran tentunya sangat efisien
dibandingkan makan salad sayuran sebanyak 10 mangkok kecil dalam 1 hari.
Namun
bersamaan dengan pembelajaran yang terus menerus tentang diet Ketogenic, asupan
nutrisi khususnya Magnesium dan Potassium bisa dicukupi dengan
banyak mengonsumsi lalapan dalam porsi besar beberapa kali dalam 1 minggu.
Lalapan yang sering saya konsumsi adalah kombinasi timun, daun selada, daun
kemangi dan kol. Belakangan konsumsi lalapan ini saya
ganti dengan daun singkong rebus yang volumenya kurang lebih sama.
Tanaman Pepaya Jepang
Nutrisi dari Produk Hewani
Sumber
nutrisi lainnya yang perlu diketahui, dan selama ini seringkali dihindari
karena salah pemahaman, adalah daging dan jeroan hewan yang sebenarnya banyak
mengandung vitamin B12 yang dibutuhkan tubuh untuk mengurangi depresi, anemia, kelelahan, dan tremors. Vitamin B12 banyak diperoleh
dari liver/hati hewan. Namun demikian, apabila lambung kita kurang kadar keasamannya,
vitamin B12 sulit terserap dengan baik. Bagaimana cara meningkatkan kadar
keasaman lambung? Minum saja larutan air + ACV.
Soto Betawi
Selain
jeroan hewan, sea food juga termasuk
jenis makanan yang juga sering dihindari. Namun yang kurang diketahui adalah
bahwa sea food banyak mengandung mineral Iodine yang bisa membantu mengurangi rasa dingin/kedinginan tubuh kita.
Telur
sebagai sumber protein hewani seringkali terlalu dibatasi konsumsinya. Padahal
telur, produk ayam maupun itik, merupakan menu makanan yang cukup lengkap
karena selain mengandung protein juga sekaligus mengandung lemak. Porsi kandungan protein dan lemaknya dapat disebut cukup memenuhi kebutuhan menu
diet Ketogenic sehari-hari.
Menurut
saya, telur adalah menu diet Ketogenic yang tergolong terjangkau, bahkan cukup murah. Apabila kita termasuk orang yang tidak mudah bosan, dalam menjalani diet
Ketogenic ini
dapat mengonsumsi telur saja sebanyak
4-5 butir rutin
setiap harinya dengan diimbangi konsumsi sayuran.
Mungkin
tidak banyak yang tahu bahwa kuning telur (egg
yolk) ternyata banyak mengandung zat Choline yang dapat membantu mengurangi
fatty liver. Agar lebih efektif,
disarankan untuk mengonsumsi telur mata sapi atau telur rebus dengan kematangan
cukup, yang kuning
telurnya masih berwarna oranye, atau
paling tidak bagian kuning telurnya belum mengeras,
dan bukan berwarna kuning pucat yang diselimuti lapisan warna abu-abu,.
Telur rebus ditaburi nutritional yeast
Sumber-sumber
nutrisi yang saya sebutkan itu masih sebagian dari sumber nutrisi lain yang
masih banyak lagi dengan jenis-jenis nutrisi yang lebih banyak lagi yang
bersumber dari jenis-jenis makanan real
food, bukan processed food.
Bahkan banyak di antaranya mudah diperoleh dengan cara dan harga yang cukup
terjangkau.