Judul:
Laskar Pelangi
Penulis:
Andrea Hirata
Bahasa:
Bahasa Indonesia
Genre:
Roman
Penerbit:
Bentang Pustaka, Yogyakarta 2005
Halaman:
XI, 529 halaman
ISBN:
ISBN 979-3062-79-7
Catatan:
Begitu buku ini dibahas di acara Kick Andy, gue baru ngeh bahwa sebenernya gue udah pernah ‘kenal’ sama yang namanya Andrea Hirata. Iya bener. Jauh-jauh hari sebelum Kick Andy memwawancaranya, profil Andrea Hirata pernah ditulis secara berseri di tabloid Nova. Tapi waktu itu gue ngga hirau, mungkin karena adanya di tabloid ‘ibu-ibu’. Malah waktu itu gue mengira Bung Andrea adalah seorang perempuan perkasa karena sekilas aja liat fotonya dan sama sekali ngga baca tulisan tentang profilnya. Malunya saya! :D
Abis nonton Kick Andy langsung deh tertarik beli bukunya. Katanya kan tetralogi, ya mulai beli buku pertamanya dulu deh. Dan emang kebeneran waktu itu lagi punya uang agak lebih, dan gue emang kalo pas punya uang lebih pasti nyisihin untuk beli buku, minimal 1 buku. Berhubung waktu itu masih banyak buku yang belum terbaca (sampe sekarang juga masih sih) jadinya ngga langsung dibaca deh, cuma diliat-liat dikit-dikit.
Dari baca-baca sekilas, jujur aja sempet ngga tertarik karena gaya bahasanya. Menurut gue cenderung ajaib dan nyastranya ngga nendang. Bukannya sombong, tapi gue suka baca karya-karya Kahlil Gibran dan juga suka baca karya-karya ‘revolusioner’nya Ayu Utami. Dan dari sekilas, karya Andrea Hirata ini ngga ada di antara ke duanya. Kayaknya masih di bawah deh.
Mulai tertarik mulai baca novel roman ini setelah gue tau kalo bakal difilmkan. Dan ngga tanggung-tanggung filmnya bakal dibesut Riri Riza, diproduseri Mira Lesmana dan didukung musik score karya Sri Aksana Sjuman. Dan Bung Aksan sampai bela-belain bikin instrumen musik khusus supaya bisa dapetin nuansa Melayu Belitongnya. Dari hasil ngobrol-ngobrol ringan dengan Bung Aksan, gue dapet gambaran betapa susahnya memfilmkan Laskar Pelangi. Nah sebagus apa sih bukunya?
Awal Ramadhan sepertinya waktu yang tepat buat gue untuk membaca Laskar Pelangi. Selain karena ‘utang’ gue baca Harry Potter sudah tuntas, mood membaca novel masih bagus untuk nerusin baca novel lainnya. Dan Laskar Pelangi adalah model tulisan novel yang baru untuk gue baca. Seperti yang gue duga sebelumnya, gaya tulisannya sempet bikin gue ngernyitkan dahi; ini mo nyastra ato mo plintiran sih?! Tapi ternyata yang bikin gue kagum, sekalipun sambil mengernyitkan dahi dan udah agak-agak mengantuk waktu itu, gue sempet baca sampe habis bab kelima!
Akhirnya gue hanyut juga terbawa cerita Laskar Pelangi sampai selesai. Memang Bung Andrea Hirata menuliskan tentang mimpi, cita-cita dan semangat. Tapi dari cara penyampaiannya yang terbang mengawang berbunga-bunga (ngingetin gue dengan cara bercerita si karakter Ed Bloom di film Big Fish) malah bisa memancing gue untuk melihat sisi-sisi lain dari cerita utamanya. Misalnya gue jadi tau betapa ‘jahat’nya rezim orde baru dalam mengeksploitasi timah di Pulai Belitong (kita kenal sebagai Pulau Belitung, bagian dari Propinsi Babel), tidak cuma dalam eksploitasi timah tapi juga menciptakan struktur masyarakat berjenjang yang cenderung menjajah penduduk asli Belitong.
Dari sisi pembangunan bangsa, buku ini menyampaikan bahwa sampai hari ini masih saja terjadi ketidak merataan kesempatan berpendidikan yang salah satunya disebabkan ketidak merataan pembangunan infra struktur. Ibu Muslimah kebetulan adalah orang asli Belitong yang mau mengabdikan seluruh usianya untuk kemajuan pendidikan di Kampong Gantong. Dari sini bisa dibayangkan seberapa betahnya seorang guru dari Jawa ditugaskan untuk mengajar di pedalaman Papua sana.
Cerita Laskar Pelangi tidak hanya sebatas luas Belitong tapi dengan puitis juga memotret kondisi pedalaman Indonesia.
No comments:
Post a Comment