13 December 2009
HEART-BREAK.COM: ‘Adaptasi’ dari Reality Show TV Indonesia
Judul:
Heart-Break.Com
Sutradara:
Affandi Abdul Rahman
Skenario:
Syamsul Hadi
Para Pemeran:
Raihaanun Soeriaatmadja, Ramon Y. Tungka, Richa Novisha, Gary Iskak, Sophie Navita, Ananda Omesh, Lukman Sardi, Jajang C. Noor
Catatan:
Pernah denger ungkapan ‘fiksi harus lebih real (nyata) daripada realita’?? Gue udah lupa siapa yang bilang, tapi yang gue tau bahwa ungkapan itu ‘dianut’ oleh banyak story-teller untuk dapat menyampaikan cerita karangannya dengan sebaik-baiknya sehingga diterima (baca: dipercaya) pendengar/pembacanya. Bahasa sononya: make believe.
Dan hal itu ngga beda juga dengan para penulis skenario dan sutradara (termasuk editornya) dalam sebuah produksi film. Merekalah yang harus bisa bertutur dengan baik sehingga penonton filmnya ikut masuk dalam dunia yang mereka ‘ciptakan’.
Entah terinspirasi atau tidak, film ini menyampaikan kasus percintaan yang umum terjadi di dunia nyata (kasus patah hati karena pacar direbut pihak ketiga) dengan tawaran ‘solusi’ yang gayanya mirip-mirip dengan beberapa tayangan ‘reality show’ di televisi (jangan ngaku kalo nggak pernah nonton ya! Minimal 1 kali kan?!).
Tapi sekalipun heart-break.com diceritakan sebagai dramatisasi salah satu kasus yang ditangani, tapi penonton diberikan banyak sekali visualisasi kerja dan seluk beluk sebuah lembaga intelijen, yang meski ‘hanya’ menangani kasus patah hati, tapi lembaga ini bekerja dengan perencanaan yang matang dan memperhitungkan semua aspek. Bahkan tidak setengah-setengah dalam mempersiap agen-agen lapangannya. Bahkan gue pun sempet sedikit terkecoh.
Sambil melihat adegan-adegan perencanaan dan eksekusi agen-agen heart-break.com di lapangan, gue terbayang beberapa episode tayangan reality show di televisi Indonesia. Yah ngga bisa dihindari sih. Dan juga menjelaskan bahwa kita sudah tidak perlu lagi memperdebatkan orisinalitas sebuah ide (kecuali memang jelas-jelas meniru/menjiplak). Namun dengan penggambaran yang tidak terlalu rumit, heart-break.com cukup bisa membuat gue percaya bahwa lembaga itu lebih nyata.
Sutradaranya cukup bernyali mengarahkan talenta-talenta muda dalam film keduanya ini, sekalipun bukan wajah-wajah baru sama sekali. Dan hasilnya tidak jelek, cukup enak dalam membawakan perannya. Yang perlu dicatat di sini adalah karakter Wawan yang sepertinya sengaja dijadikan ‘scene stealer’ tapi juga sekaligus sebagai pusat dari beberapa adegan-adegan lucu. Pemerannya, Ananda Omesh, seperti diberikan kebebasan dalam berimprovisasi dalam perannya.
Sekalipun berbeda tema dengan film pertamanya, patut diacungi jempol kepada Affandi Abdul Rahman atas keberaniannya menyutradarai sebuah film bertema ringan namun melawan ‘rutinitas’ tema film-film Indonesia mutakhir.
Labels:
Movies
No comments:
Post a Comment