ditulis pada tanggal 24 Pebruari 2008
Director:
Alan Parker
Alan Parker
Cast:
Robert Arkins, Michael Aherne, Angeline Ball, Maria Doyle, Dave Finnegan, Bronagh Galagher, Felim Gormley, Glen Hansard, Dick Massey, Kenneth McCluskey, Johnny Murphy, Andrew Strong.
Robert Arkins, Michael Aherne, Angeline Ball, Maria Doyle, Dave Finnegan, Bronagh Galagher, Felim Gormley, Glen Hansard, Dick Massey, Kenneth McCluskey, Johnny Murphy, Andrew Strong.
Plot:
Jimmy Rabbitte, just a tick out of school, gets a brilliant idea: to put a soul band together in Barrytown, his slum home in north
Note:
Once upon a time in Jakarta ….. gue lagi tergila-gila dengan musik-musik tahun 50-an sampai 60-an awal di antara deru musik metal dan grunge yang lagi tren waktu itu. Berawal dari kegilaan menikmati Elvis Presley yang nota bene ngga disukai Nyokap gue (meskipun Beliau masih lebih milih Elvis Presley dari pada Pat Boone) lalu merambah lebih luas lagi, melebar dari rock’n roll ke blues terus ke soul. Banyak banget nambah referensi tentang musik 50-an dan 60-an. Sibuk juga ngegitar sambil dengerin Ritchie Valens, Jerry Lee Lewis dan Little Richard. Sempet juga menikmati Chubby Checker.
Dengan latar belakang ‘cekokan’ musik-musik Rolling Stones, Led Zeppelin dan Deep Purple, mulai gue juga dengerin ke Jimi Hendrix. Makin dalam makin ke ‘akar’ dari Jimi Hendrix; blues. Ngga cuma blues, makin lanjut ke James Brown. Soul dan R&B mulai merasuk, sementara yang ringan-ringan seperti The Temptations, Righteous Brothers dan Ben E. King masih dinikmati juga.
Sambil dengerin musik-musik tadi, sering banget gue cerita-cerita ke Nyokap tentang ‘penemuan’ musik gue. Nyokap ngga kalah, Beliau banyak cerita tentang musik jaman dulu. Beliau besar di masa ‘transisi’ rock’n roll ke 60’s psychedelic. Beliau juga masih inget banget masa kecilnya di mana Nenek gue hobi banget dansa jive diiringi musik rock’n roll. Beliau cerita kalo waktu dia muda dan bikin pesta di rumah, Nenek gue suka protes kalo musiknya ngga bisa dipake dansa.
Di antara cerita-cerita Nyokap gue, ada beberapa Beliau cerita tentang musik-musik yang asyik. Musisinya ada Otis Redding dan Wilson Picket. Salah satu lagu hit yang asyik adalah Mustang Sally.
Nah dalam ‘perburuan’ mencari dan menambah wawasan tentang musik keren jaman dulu, sebagaimana ‘diarahkan’ Nyokap, di salah satu toko kaset gue nemuin kaset yang ada lagu Mustang Sally. Dan yang bikin aneh koq kaset itu adalah musik original soundtrack sebuah film yang berjudul The Commitments. Film apaan tuh, belom pernah denger? Padahal gue juga hobi ngumpulin kaset soundtrack film, yang bikin gue juga kenal rock’n roll dari film La Bamba dan Footloose. Tapi film The Commitments sama sekali asing buat telinga gue.
Waktu pertama kali liat kasetnya, gue ngga langsung beli. Masih aja bolak balik nanya ke Nyokap tentang ‘kesaktian’ lagu Mustang Sally. Akhirnya nekad juga deh gue beli tu kaset yang sampulnya ngga menarik (cuma montage foto yang didominasi warna hitam putih aja). Begitu sampe rumah, gue pasang deh tu kaset dengan volume ada keras. Dan ……. Wow! Mustang Sally bener-bener sakti! Nyokap gue langsung ke kamar gue trus nanyain dapet dari mana kasetnya.
Kaset itu terus-terusan gue putar bolak balik. Sepertinya gue udah lupa dengan Elvis dan The Beatles. Musik di kaset ini bener-bener mantap. Hampir semua suasana ada di situ. Mau yang senang-senang, sedih-sedih dan cinta-cinta ada semua. Sekalipun mereka tidak membawakan musik karya asli mereka sendiri; mereka membawakan hits dari Otis Redding, Sam Cooke dan Wilson Picket. Yang lebih mengagumkan adalah vocal Andrew Strong yang awalnya gue kira adalah orang kulit hitam ternyata kulit putih asli Irlandia.
Dari kaset soundtrack-nya lanjut deh gue penasaran dengan filmnya. Sambil bingung-bingung cari-cari info tentang filmnya, gue juga sibuk ‘promosi’ kaset soundtrack-nya ke temen-temen gue waktu itu. Ada juga sih temen gue yang tertarik dengan 1-2 lagu yang ada di kaset itu.
Temen gue yang punya laser disc player di rumahnya dapet juga film The Commitments di salah satu persewaan. Nontonlah kita beramai-ramai di rumahnya. Wuih!! Rasanya seperti orang lagi haus eh malah disuguhin jus jeruk dingin plus soda! Asyik banget nontonnya. Padahal waktu itu gue belom lancar Bahasa Inggris. Apalagi di film itu aksen Irlandianya kuat banget, jadi tambah ngga ngerti deh. Tapi lewat bahasa visual, gue cukup ngerti jalan ceritanya.
Sekali aja waktu gue nontonnya, tapi cukup membekas di hati. Apalagi saat itu gue juga lagi asyik dengan band esema gue. Bukan founder sih, tapi asyik deh. Dan beberapa tahun kemudian gue jatuh bangun dan jatuh dalam proses band yang belum matang malah munculin perasaan kangen pada The Commitments.
DVD yang marak beberapa tahun terakhir ini bikin gue semangat nyari DVD The Commitments. Eh susah banget deh. Adanya cuma di luar negeri. Mau sih nitip temen gue beliin, tapi ngga enak juga karena udah pernah dibeliin CD soundtrack-nya asli dari luar negeri (di Indonesia ngga pernah ada). Tapi mungkin nanti gue titipin juga ah, collectibles koq.
Berkutat di computer dan internet, akhirnya ketemu jalan untuk mendapatkan film ini. Download! This is the beauty of internet! My long lost movie finally comes. Kali ini lengkap dengan subtitle English-nya. Wow indah banget!
Gue tonton dengan lengkap apalagi gue udah cukup lancar berbahasa Inggris. Semua perasaan campur aduk. Terharu dan sedih paling dominan. Terharu karena akhirnya dapet juga film ini setelah 15 tahun gue cari. Sedihnya karena cerita di film ini mirip cerita gue ngebangun band tahun 95-97 dulu. Mirip banget prosesnya, belum matang tapi sudah mau keluar kandang. Idealisme belom mantap tapi banyak maunya.
Lucunya waktu dulu band gue mau lebih jauh merambah panggung-panggung café, sempet gue tawarin untuk belajar mainin lagu-lagu dari soundtrack The Commitments. Jumlahnya ada 25 lagu (2 volume soundtrack). Argumen gue supaya band kami lebih menghentak dan asyik didengerin kalo di panggung café. 25 lagu ini aja lah dibikin matang dulu. Gue percaya banget kalo kami nguasai 25 lagu ini, acara manggung kami lancar dan pastinya punya ciri jelas. Tapi sayangnya anggota lainnya lebih suka nguasai lagu-lagu yang lagi airplay di radio. Sedih juga, tapi gue jadi sadar kalo emang sebentar lagi band ini akan tamat. Dan akhirnya kejadian juga. Bedanya dengan The Commitments para mantan personilnya masih berkarya di musik, sedangkan mantan personil band gue udah ngga ada yang main musik lagi.
Nonton film ini lagi bikin gue seperti balik lagi ke 15 tahun yang lalu dan 10 tahun yang lalu. Gue bisa nyanyi-nyanyi sendiri sambil nonton film ini. Pastinya ikutan gemes dengan konflik-konflik yang ada dalam film ini. Gue ikut merasa kehilangan waktu The Commitments bubar di ‘puncak’ karirnya. Gue pernah merasakan rasa kehilangan yang sama waktu band gue bubar waktu itu. Persis sama kejadiannya; ngga pernah ada kata ‘bubar’ yang terucap.
Soundtrack film ini ngga pernah ‘jauh’ dari gue. Mulai dari kasetnya, terus jadi mp3-nya, punya CD-nya. Dan sampe sekarang bersemayam di ponsel musik gue. Musik The Commitments selalu ada dekat gue, kapan pun di mana pun.
Film-film musik dengan tema yang hampir sama ada beberapa yang pernah gue tonton, seperti La Bamba, That Thing You Do dan Rockstar. Tapi The Commitments terasa dekat banget dengan gue, apalagi setelah banyak kejadian yang gue alami setelah pertama kali menontonnya 15 tahun yang lalu. This is my personal movie.
No comments:
Post a Comment