“Cara Luar Biasa untuk
Tampil Biasa-biasa”
catatan Edwin Rizky
Supriyadi
Tulisan ini sekadar catatan dan sharing perjalanan diet saya, bukan sebagai bahan promosi apa
pun. Tetapi apabila ada yang lantas termotivasi adalah di luar intensi awal
saya menuliskan catatan ini.
tulisan sebelumnya ...
Pencerahan
Obrolan sambil
ngopi-ngopi seringnya lebih serius dibanding bahasan dalam meeting
resmi, bahkan pencerahan dan ide-ide bagus nggak jarang malah hadir dalam
obrolan di sela nyruput kopi panas. Sama halnya dengan ngopi-ngopi bareng
Herbert pada pertengahan Desember 2017 itu. Obrolan yang awalnya bertemakan
belajar ngopi versus belajar diet Keto malah jadi lebih banyak update
mengenai diet Keto, yang pada ujungnya memberikan pencerahan bagi saya yang
sudah nyaris putus asa untuk urusan hidup sehat.
Urusan pencerahan bagi
saya yang sempat menolak ikut diet Ketofastosis adalah bukan hal yang gampang.
Tapi anehnya obrolan yang lebih kurang lamanya cuma 2 jam malah banyak
mencerahkan dan langsung memotivasi saya untuk menjalankan diet yang “di-update”
oleh Herbert yang juga dikenal dengan diet Ketogenic.
Diet Ketogenic
sebenarnya nyaris sama dengan dengan diet Ketofastosis. Nama kedua diet ini
sama-sama berasal dari kata “Keto”, sama-sama bertujuan mencapai kondisi
Ketosis supaya tubuh berbahan bakar Ketones dengan menjaga
stabilitas kadar glucose dalam tubuh.
Mungkin bisa dibilang
diet Ketogenic adalah salah satu dari dua aliran besar dari diet Keto selain
diet Ketofastosis. Yang membedakan keduanya adalah kalau dalam diet
Ketofastosis sudah sangat teratur dengan penentuan fase atau tahapan serta
aturan-aturan makan dan makanannya, sementara diet Ketogenic lebih fleksibel
untuk aturan makan dan jenis makanan tetapi dengan tetap mendasarkan pada
“formula” zero sugar + low carbohydrate + high healthy fat
+ middle protein volume.
Contoh fleksibilitas
diet Ketogenic antara lain adalah meski disarankan untuk tidak sarapan tetapi
tetap diperbolehkan untuk makan pada pagi hari apabila merasakan perut sudah
lapar. Diet Ketogenic tidak memaksa untuk langsung “berpuasa” sejak jam 8 malam
hingga jam 12 siang. Menu makanannya silakan dipilih sendiri yang masuk
kategori “Keto friendly”, yang tidak melulu dimulai dengan telur rebus,
tetapi dipersilakan untuk langsung menyantap Soto Betawi bersantan kental
misalnya.
Soto Betawi
Makanan dan Motivasi
Diet Ketogenic lebih
mendorong untuk mengonsumsi makanan yang asli atau real food, bukan
makanan-makanan pengganti apalagi makanan yang diawetkan atau processed food.
Sangat disarankan untuk mengonsumsi makanan Keto friendly yang bisa
ditemui dalam menu makanan masakan sehari-hari, tidak perlu makanan khusus
dengan bahan-bahan pengganti.
Contoh-contoh menu real
food masakan asli Indonesia lainnya yang tergolong Keto friendly
antara lain adalah Soto Betawi kuah santan dengan isi daging dan jeroan sapi,
Gulai Otak Sapi, Tongseng Kambing, Gulai Tunjang, Rendang Daging, Opor Ayam,
Ayam Bakar, Opor Telor, Krecek, Sate Kambing Bumbu Kecap, Gulai Kambing, Ikan
Bakar, Telor Bebek Rebus dan masih banyak lagi.
Sate & Sop Kambing
Macam-macam menu
makanan itulah yang dijadikan Herbert jadi bahan motivasi untuk mendorong saya
menjalankan diet Ketogenic. Menu makanan Keto friendly lebih banyak di
Indonesia, lebih mudah ditemui, banyak pilihan dan jelas lebih murah dibanding
di Singapore tempat Herbert tinggal. Selama menjalankan diet Ketogenic di
Singapore, Herbert lebih sering memasak menu makanannya sendiri, kecuali kalau
sudah mulai bosan maka barulah ia berangkat ke resto masakan India atau masakan
Melayu di sana.
Pertimbangan kemudahan
menu makanan Keto friendly asli masakan Indonesia sangat memotivasi saya
untuk segera menjalankan diet Ketogenic. Herbert bilang untuk mencoba diet
Ketogenic hingga kelihatan hasilnya tidak perlu lama-lama, cukup 3 bulan aja,
dipersilakan mencoba selama 1 minggu dulu, yang penting jangan makan kalau
belum lapar dan makanlah yang kenyang supaya ngga ngemil sampai betul-betul
merasa lapar lagi.
Gulai Kambing
Makanlah pada saat
lapar dan makanlah yang kenyang, sehingga mampu menghindari ngemil, adalah cara
yang ampuh untuk menjaga stabilitas kadar glucose dalam darah. Kalau glucose
stabil, rasa lapar dan keinginan untuk ngemil sangat bisa ditekan.
Rentang waktu diet
“ketat” selama 3 bulan yang disarankan adalah rentang waktu rata-rata pelaku
diet Ketogenic mencapai kondisi Fat Adapted. Kondisi Fat Adapted
adalah kondisi tubuh manusia yang telah beradaptasi sehingga bahan bakar tubuhnya
beralih dari glucose ke bahan bakar yang berasal dari pengolahan lemak
yang disimpan tubuh (stored body fat), kondisi yang disebut Ketosis.
Ketosis adalah kondisi tubuh manusia yang bahan bakarnya berasal dari Ketones.
Ketones adalah bahan bakar tubuh Fat Adapted yang merupakan hasil
pengolahan stored body fat oleh liver.
Sebelum mencapai
kondisi Fat Adapted atau Ketosis disarankan sebaiknya untuk tidak berolahraga
supaya tubuh lebih dulu mencapai kondisi beradaptasi penuh berbahan bakar
Ketones sehingga dapat berolahraga dengan lancar tanpa terganggu kebutuhan glucose.
Diet dan Hunter
& Gatherer Lifestyle
Menurut kamus
Merriam-Webster, diet adalah makanan dan minuman yang dikonsumsi secara
kebiasaan. Mungkin dengan kata lain, diet bisa disebut sebagai pola makan dan
minum. Pengertian “pola makan dan minum” di sini belum tentu berujung pada
penurunan berat badan karena tergantung dari jenis makanan dan minuman yang
biasa dikonsumsi.
Apabila diet diartikan sebagai
kebiasaan makan dan minum atau pola makan dan minum, maka diet Keto juga bisa
diartikan sebagai kebiasaan makan dan minum yang membuat badan manusia
menjadi Ketosis dan tetap menjaganya dalam kondisi tersebut.
Meski diet Keto baru
terkenal dalam 1 dekade terakhir ini tetapi nenek moyang manusia yang hidup
ratusan ribu tahun lalu sudah menjalani pola makan dan minum yang sama dengan
diet Keto dalam pola hidup Pemburu & Pengumpul (Hunter & Gatherer
lifestyle). Sebelum mengenal cara bertani, manusia menjalankan pola hidup Hunter
& Gatherer selama 99,6% dari total masa manusia berevolusi, sehingga
dapat dikatakan pola hidup ini lah yang membentuk genetika manusia.
Cara hidup berburu
tentu saja untuk mengonsumsi hewan hasil buruan. Makanan yang paling pertama
dan utama adalah protein dan lemak hewani. Bahkan mungkin makanan yang paling
pertama dimakan adalah jeroan/isi perut hewan untuk membersihkan dan membuat hewan
hasil buruan lebih awet serta tahan lebih lama untuk bisa dibawa hingga ke
tempat tinggal keluarga si pemburu.
Berburu dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan makan. Apakah sebelum berangkat si pemburu mempersiapkan
diri dengan makan sesuatu? Ya mungkin saja para pemburu sempat makan sebelum
berangkat berburu apabila ada sisa makanan hasil buruan hari sebelumnya, tetapi
lebih mungkin mereka berangkat berburu dalam kondisi perut yang kosong sejak
kemarin terakhir kali makan.
Di sinilah letak
kesamaan pola makan minum nenek moyang manusia dengan diet Keto, dari menu
makanan yang lebih banyak bersumber dari hewan dan juga rentang waktu perut
kosong yang cukup lama sejak kemarin malam. Mungkin saja mereka juga
mengonsumsi carbohydrate yang berasal dari umbi-umbian yang mereka
temukan di perjalanan berburu atau di sekitar tempat tinggal mereka tapi
tentulah itu bukan makanan yang utama.
Dari cara hidup dan
pola makan manusia purba inilah bisa disimpulkan bahwa jenis makanan yang Keto
friendly lah yang sesuai dengan desain asli tubuh manusia sejak ratusan
ribu tahun yang lalu. Manusia mengenal makanan mengenyangkan yang mengandung
banyak carbohydrate baru dimulai sejak manusia mengenal cara hidup
bercocok tanam dan bertani. Manusia mengenal roti, kue dan sugar setelah
pertanian semakin maju dan industri pengolahan bahan makanan semakin
berkembang.
Dengan demikian memang
selayaknya manusia mengonsumsi jenis-jenis makanan yang lebih sesuai dengan
desain asli metabolisme dan sel tubuhnya, dan ini sangat masuk akal. Hal ini
juga diperkuat oleh asumsi beberapa dokter yang menyatakan bahwa metabolisme
manusia tidak banyak berubah sejak ratusan ribu tahun yang lalu.
Pola makan diet Keto
seperti membalik piramida nutrisi makanan yang pernah diperkenalkan oleh World
Health Organization (WHO) dan Departemen Agrikultur Amerika Serikat (U.S.
Department of Agriculture - USDA). Kalau pada piramida nutrisi makanan
sesuai standar umum menyarankan manusia untuk lebih banyak mengonsumsi makanan carbohydrate
yang berasal dari tepung olahan, justru pada diet Keto lebih diutamakan untuk
mengonsumsi lemak hewani, yang pada piramida nutrisi makanan standar umum diletakan
pada puncak (karena disarankan hanya untuk sedikit dikonsumsi).
| 1992 USDA Food
Pyramid |
|
| Primal Blueprint
food pyramid |
|
|
|
Fat Burner
Tubuh manusia yang
menggunakan bahan bakar lemak tubuh, atau dalam kondisi Ketosis, juga disebut
sebagai Fat Burner. Untuk menjadi Fat Burner tentunya harus
beradaptasi dan berubah dari berbahan bakar glucose menuju Fat
Adapted. Caranya hanya dengan stop asupan sugar, menekan konsumsi carbohydrate
serendah-rendahnya dan lalu mengonsumsi banyak lemak sehat.
Konsumsi carbohydrate
harus ditekan serendah-rendahnya karena carbohydrate yang masuk ke dalam
akan diubah menjadi glucose. Kalau masih ada kadar glucose yang
tinggi dalam darah, tubuh manusia akan tetap mengutamakan glucose
sebagai bahan bakar.
Konsumsi lemak sehat
yang tinggi berguna untuk memancing tubuh untuk memanfaatkan lemak sebagai
bahan bakar, karena apabila glucose sangat rendah dalam darah maka liver
akan mengolah lemak yang ada dalam tubuh menjadi Ketones untuk selanjutnya
menjadi bahan bakar.
Lemak yang sehat adalah
lemak yang langsung bersumber dari hewan. Selain yang berasal dari hewan, lemak
yang sehat juga berasal dari kelapa (minyak kelapa, santan) dan juga dari buah
zaitun. Lemak sehat ini tidak melalui proses yang rumit untuk sampai bisa
dikonsumsi oleh manusia.
Seperti pada pola makan
manusia Hunter & Gatherer, tubuh manusia tidak membutuhkan sugar
sebagai asupan untuk bahan bakar tubuhnya. Hanya
organ otak dan otot tubuh
manusia yang membutuhkan glucose, dalam bentuk glycogen, sebagai bahan bakar
dalam jumlah yang sangat sedikit. Karena sedikitnya
kebutuhan glucose, dalam darah tubuh manusia sehat seharusnya hanya
terdapat glucose seukuran 1½ sendok teh saja. Berbeda dengan kemampuan
tubuh manusia menyimpan puluhan kilogram body fat yang memang adalah
bahan bakar natural terbaik.
Lalu apakah manusia Hunter
& Gatherer mengalami kesulitan berpikir dan sering sakit kepala karena
tidak adanya asupan sugar yang dibutuhkan otaknya? Ternyata liver
manusia bisa memenuhi kebutuhan itu dengan mengubah lemak tubuh menjadi glucose
sesuai jumlah yang dibutuhkan otak.
Setiap kali kita makan,
makanan yang masuk cenderung memicu kenaikan level glucose. Apabila
terjadi kenaikan level glucose, pankreas terpicu untuk menghasilkan hormon
Insulin yang berguna mengendalikan dan menekan level glucose dalam
darah. Selain mengendalikan level glucose, Insulin juga bertugas
menyebarkan glucose dan nurtrisi ke dalam sel-sel
tubuh. Kelebihan glucose akan “diinstruksikan” oleh insulin untuk disimpan
tubuh menjadi stored body fat.
Glucose adalah bahan bakar
yang mudah habis. Kondisi tubuh yang memerlukan asupan bahan bakar ditandai
dengan rasa lapar. Karena glucose mudah habis maka tubuh yang masih
berbahan bakar glucose akan lebih mudah lapar sehingga memicu tubuh
untuk lebih sering makan atau ngemil.
Kondisi ini berbeda
pada tubuh Fat Burner yang livernya mampu mengolah stored body fat menjadi Ketones untuk dijadikan bahan bakar
tubuhnya. Ketersediaan glucose untuk otak akan tetap terjaga karena tidak
tergantung pada asupan sugar dari luar tubuh sehingga otak tidak pernah
kekurangan asupan energi. Stamina juga menjadi membaik dan meningkat karena
Ketones selalu tersedia.
Lalu apakah dengan
demikian liver akan bekerja semakin keras karena harus sering-sering memproses
lemak tubuh menjadi Ketones? Yang pertama perlu dipahami bahwa meski stamina
meningkat tidak berarti tubuh menjadi tidak mengenal istirahat. Diet Keto juga
memperbaiki proses metabolisme. Tubuh dengan metabolisme yang baik akan dengan sendirinya
meminta waktu jeda untuk beristirahat. Saat beristirahat inilah juga waktunya
bagi liver juga untuk beristirahat.
Perlu diketahui juga
bahwa dengan level glucose yang stabil dalam darah meminimalisir
pankreas dalam memproduksi Insulin. Dengan minimnya hormon Insulin dan level glucose
yang rendah maka tidak ada proses penyimpanan kelebihan glucose menjadi stored
body fat, termasuk penumpukan lemak pada liver yang sering dikenal sebagai fatty
liver. Dengan pengurangan kadar fatty liver ini tentunya membuat
liver menjadi semakin sehat sehingga dapat bekerja semakin optimal.
Kondisi tubuh Fat
Burner yang paling terasa dan kelihatan jelas adalah semakin berkurangnya
rasa lapar dan berkurangnya keinginan ngemil. Rasa lapar cuma akan muncul
apabila tubuh sudah membutuhkan asupan.
Bisa dibilang perubahan
pola makan saya kali ini sangat-sangat mendasar setelah hampir seumur hidup
selalu bersandar pada pola yang sangat umum; tidak pernah meninggalkan sarapan,
selalu makan tepat waktu dengan komposisi menu makanan sehat, tinggi carbohydrate
dan sugar. Belum lagi mengikuti saran untuk tetap menjaga lambung tetap
terisi dengan ngemil sebelum makan siang dan menjelang sore atau menjelang
waktu makan malam.
Ada yang bilang bahwa
lambung kita tetap bekerja meski tidak diisi makanan, maka supaya dinding
lambung tidak bergesekan saat kosong karena selalu tetap bekerja, kita harus
sering makan untuk menjaga lambung tetap terisi. Tetapi apakah lambung
benar-benar tidak pernah beristirahat?
Kandungan sugar
dan carbohydrate yang tinggi dalam menu makanan yang sering disantap
juga menyumbang tingginya keinginan kita untuk selalu makan. Dorongan selalu
ingin makan yang terjadi diakibatkan kandungan glucose dalam darah yang
cepat sekali habis. Mungkin saja dari sinilah muncul “saran kesehatan” yang
mengatakan sebaiknya kita makan tidak sekaligus dalam porsi besar tetapi lebih
sering dalam porsi yang kecil-kecil sebanyak 6 sampai 8 kali dalam 1 hari. Nah
silakan kaitkan dengan keterangan saya sebelumnya yang menjelaskan kerja Insulin
terhadap naiknya level glucose setiap kali ada makanan masuk.
Diet Low Fat dan Diabetes
Pola makan rendah lemak
baru diperkenalkan pada tahun 1960-an, berdasarkan hasil penelitian resiko
penyakit jantung koroner yang dipengaruhi konsumsi lemak hewan, yang
penelitiannya diadakan setelah Dwight Eisenhower, Presiden AS pada waktu itu,
mengalami serangan jantung pada tahun 1955. Tetapi penelitian ini, yang selama
puluhan tahun diyakini sebagai kebenaran scientific
yang mutlak, ternyata tidak bisa menjawab fenomena French Paradox;
Perancis memiliki menu makanan yang tinggi kandungan lemak hewani namun dengan
rata-rata kasus resiko penyakit jantung koroner yang rendah.
Dalam pola makan rendah
lemak juga mendorong konsumsi makanan sehat yang mengandung oat, jagung,
susu dan lemak dari minyak tumbuh-tumbuhan. Tetapi setelah diperkenalkannya
pola makan tersebut justru terjadi peningkatan tajam pada jumlah pasien
kegemukan/obesitas, penyakit diabetes dan penyakit jantung koroner khususnya di
Amerika Serikat.
Sebagian besar penyakit
yang ada di dunia bisa ditangani secara medis, sebagian besar sudah ada obatnya
tetapi hanya sebagian penyakit saja yang benar-benar bisa disembuhkan. Untuk
penyakit-penyakit seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung koroner dan penyakit
kanker masih hanya sebatas dikendalikan secara medis sebelum akhirnya kondisi
pasien menjadi semakin memburuk dan/atau sewaktu-waktu kambuh parah hingga
menyebabkan kematian.
Pertanyaannya jadi
menarik, apakah memang untuk penyakit diabetes, jantung koroner dan kanker benar-benar
belum ada obatnya? Akhir-akhir ini muncul asumsi dari sebagian dokter di dunia
bahwa terjadi kesalahan mendasar dalam menangani penyakit-penyakit tersebut
sehingga tidak memperbaiki penyebab utamanya.
Selanjutnya …