tag:

17 July 2008

KARMA: Film Horor yang Bercerita


Judul:
Karma

Sutradara:
Allan Lunardi

Ide Cerita:
Elvin Kustaman

Penulis Naskah:
Salman Aristo

Para Pemeran:
Dominique Diyose, Joe Taslim, H.I.M. Damsyik, Jonathan Mulia, Henky Solaiman, Verdi Solaiman, Jenny Chang, Adi Kurdi, Leny Jaya Dewi, Lucy Roswita, Maria Glenon, dan
Penampilan Khusus: Jaya Suprana

Cerita:
Armand dan Sandra baru saja tiba dan bermaksud tinggal di rumah keluarga Guan. Sambutan yang tidak mengenakkan dari Thiong Guan (kakek Armand) kepada Sandra yang tengah hamil muda ternyata hanya awal dari kejadian-kejadian aneh lainnya di rumah yang hanya dihuni oleh laki-laki itu. Armand memang tinggal di rumah itu hanya dengan 3 laki-laki anggota keluarga lainnya; Thiong Guan (sang kakek), Phillip (sang ayah) dan Martin (saudara tiri Armand). Keanehan rumah ini tidak cuma secara kasat mata, namun juga dengan adanya teror gaib yang dialami Sandra yang diusir keluarganya karena kehamilannya. Karma apa yang sedang menaungi mereka?

Catatan:
Waktu gue dikabari dapet undangan premiere film ini, yang terlintas pertama dalam hati gue adalah ini sesuatu yang besar yang terjadi dalam hidup gue!! Tapi selanjutnya jadi teringat kalo gue masih punya ‘utang’ review beberapa film yang belum lama gue tonton. Padahal saat itu pun (pas weekend) gue juga lagi siap-siap mau nonton salah satu blockbuster di bioskop. Sekalipun sampai hari ini ‘utang’ itu masih ada, paling tidak udah banyak koq ‘cicilannya’.

Akhirnya sampe juga malam premiere itu. Dapet ‘jatah’ di theater 1. Sambil ‘ngepasin’ duduk di seat yang boleh milih sendiri lokasinya itu, gue langsung sadar kalo udah lama banget ngga nonton film horor di bioskop! Seinget gue sih terakhir nonton film horor di bioskop pas awal tahun 2007 lalu. Sambil inget-inget hal-hal seputar film horor di bioskop, sempet juga terbersit rasa takut karena sekali lagi bakal ‘dihibur’ film horor dari layar yang besar banget di depan di dalam bioskop yang dingin dan gelap.

Sambil masih deg-degan ringan, dan makin deg-degan karena duduk persis di sebelah musisi Indonesia favorit gue; Aksan Sjuman, layar mulai nampilin beberapa iklan. Eh tau-tau lampu mati, theater jadi gelap gulita dan langsung disusul suara gemerincing tapi bukan dari speaker theater. Gemerincing hilang dan langsung ditimpali radio spot (iklan radio) film Karma yang menggelegar dari speaker. Lampu menyala dan ternyata di depan layar sudah hadir cast dan crew film ini. Mereka diperkenalkan satu-satu dan akhirnya MC malam itu mempersilakan penonton semua untuk menonton film yang segera dimulai. Let’s join the dark ride everybody!

Dan beneran ‘dark ride’ film ini, selain emang theater-nya gelap dan dingin banget. Tapi buat gue film ini bukan film horor yang dibuat untuk menakut-nakuti penontonnya. Sekalipun tetep menyeramkan buat gue, tapi justru menariknya film horor ini mampu bercerita. Iya film ini punya cerita yang utuh dan mampu memvisualkan cerita itu dengan baik. Segala sisi cerita di film ini punya alasan, punya reason, seperti halnya karma itu sendiri. Dan pencarian alasan dalam cerita film inilah yang bisa mendorong gue untuk terus mengikuti filmnya sampai selesai.

Opening atau main title-nya membuat gue seperti digiring masuk. Dan kalo diperhatikan lagi, itu bukan main title dengan taste yang lazim di film-film produksi Indonesia. Selain memang dikreasikan khusus dari Amerika sana, mungkin juga karena main title ini membuka film dengan latar budaya Tiong Hoa yang kental, yang mungkin belum pernah diangkat oleh film maker Indonesia lainnya.

Budaya Tiong Hoa yang diangkat dalam film ini sangat-sangat kental. Tidak cuma sebagai latar, tapi lebih menjadi dasar cerita. Apalagi dalam cerita dikisahkan Thiong Guan berasal dari Semarang, kota di mana budaya Tiong Hoa masih cukup kuat selain di Jakarta. Menariknya, warga Tiong Hoa di Semarang pada masa Thiong Guan muda divisualkan dengan gaya hidup (rumah, tata cara dan pergaulan) asli Tiongkok tapi berbicara dalam bahasa dan aksen Jawa yang kental. Ini adalah benar-benar potret dari warga Tiong Hoa di Semarang pada masa itu.

Segala macam tata cara Tiong Hoa divisualkan dengan teliti, seperti diperlihatkan pada detail meja abu di rumah keluarga Guan. Belum lagi tata cara pemakamannya. Tapi sisi keunggulan itu juga menjadi sedikit titik lemah, karena mungkin banyak penonton yang kurang mengerti banyak mengenai budaya ini. Salah satunya ya gue ini. Akhirnya gue minta sedikit penjelasan ke salah satu pemeran setelah film selesai. Dan tahu nggak?! Ternyata beberapa pemeran yang memang keturunan Tiong Hoa (terutama yang masih muda) ngga tahu banyak soal budaya asli Tiong Hoa sebelum berperan di dalam film ini. Mereka banyak belajar budaya leluhurnya melalui proses produksi film ini.

Mungkin buat yang udah tahu jajaran cast-nya bisa jadi penasaran karena di film ini bakal ada ‘adu akting’ antara cast kawakan (H.I.M Damsyik, Henky Solaiman, Adi Kurdi) dengan cast ‘darah segar’ (Dominique, Joe Taslim, Jonathan Mulia, Verdi Solaiman). Dan mungkin juga ada yang menunggu ‘duel’ Solaiman vs Solaiman. Kalo diliat dari sisi akting, seluruh jajaran cast mampu menyampaikan aktingnya dengan baik. Para aktor kawakan jelas menguasai perannya dan tampil natural. Sedangkan para aktor muda, sekalipun di sana-sini masih terlihat style ‘sinetron’nya, tapi cukup bisa mengimbangi senior-senior mereka di film ini. Yang paling mencuri perhatian adalah akting Verdi Solaiman sebagai Martin. Dan adegan yang bakal tak terlupakan adalah ‘Martin dengan Tissue-tissue Gulungnya’.

Sekalipun gue sedikit kurang sreg dengan visualisasi adegan terakhir film ini, tapi secara keseluruhan film ini berhasil membawa gue secara penuh mengikuti adegan yang satu ke adegan berikutnya dengan rasa penasaran. Alur cerita yang ngga gampang ditebak, dan yang paling penting adalah film ini mampu bercerita dengan baik dan setiap cerita yang disampaikan memiliki alasan yang jelas. Sekalipun alur ceritanya ngga gampang ditebak tapi pada akhir cerita gue jadi ngerti bahwa sebenernya cerita film ini adalah utuh, solid, nyambung dari awal hingga akhirnya. Dan ngga banyak film Indonesia mutakhir yang punya cerita solid seperti film ini, apalagi film-film horornya.


NB:
Makasih buat semua pihak yang sudah ‘mengantar’ gue sampe ke premiere film ini :D

1 comment:

Film Semi said...

Nice Jejak, Langkah, Kasih dan Harapan