tag:

11 February 2021

Diet Ketogenic Saya : Satu Tahun

“Cara Luar Biasa untuk Tampil Biasa-biasa”

catatan Edwin Rizky Supriyadi

 

Tulisan ini sekadar catatan dan sharing perjalanan diet saya, bukan sebagai bahan promosi apa pun. Tetapi apabila ada yang lantas termotivasi adalah di luar intensi awal saya menuliskan catatan ini.

tulisan sebelumnya [(masih) Perjalanan]


Tanggal 4 Januari 2019, tepat 1 tahun saya menjalankan pola hidup Ketogenic, tercatat berat badan saya 75 kg, sehingga terhitung berat badan saya sudah turun sebanyak 30,5 kg. Untuk ukuran kemeja, yang berpatokan pada merk Alisan, pada nomor 15½  dengan cut Slim Fit, sedangkan untuk kaos dan jaket pada ukuran M. Untuk beberapa celana pantalon dan jeans, saya sudah mengenakan ukuran 33 atau 34.

Keluarga di rumah pun kembali termotivasi untuk mengikuti pola hidup Ketogenic. Dari hasil yang saya capai dan beberapa sharing knowledge yang saya lakukan, Mama dan adik saya mulai kembali fokus untuk lebih baik lagi menjalankan dietnya. Mereka berdua sempat kepayahan mengikuti diet  “aliran sebelah sana” meski sudah mendapatkan efek yang sama.

Istri saya sempat juga ketat menjalankan diet Ketogenic karena sempat menderita vertigo. Dan sekali lagi diet Ketogenic terbukti bisa menyembuhkan vertigo, seperti yang lebih dulu pernah diderita Mama saya.

Demi kemudahan konsumsi, stok telur ayam ditingkatkan di rumah kami. Banyak cemilan “umum” yang mulai menghilang dari stok dan digantikan dengan cemilan yang Keto friendly. Adik saya bereksperimen dengan menu makanan dan kue yang Keto friendly. Bahkan kami sempat “menginventarisir” warung-warung makan dengan menu-menu Keto friendly yang mudah dijangkau layanan delivery, yang salah satunya adalah warung masakan Betawi yang sangat recommended untuk rasa dan variasi menunya.

sebagian menu masakan khas Betawi

Beberapa kawan dan kenalan juga banyak bertanya soal “kekurusan” saya. Banyak juga yang bertanya, nggak sedikit juga yang “menghakimi”. Di antara yang bertanya, banyak yang tertarik ikut diet ini. Tetapi di antara yang tertarik ikut, cuma sedikit yang akhirnya beneran menjalani, meski semuanya sempat langsung di bawah “bimbingan” saya.

Dari pengalaman saya, yang benar-benar saya alami dan pahami, mereka yang akhirnya benar-benar “sukses” menjalani pola hidup Ketogenic hanyalah mereka yang mendapatkan pencerahan, atau dalam term Saudara-saudara Muslimin adalah mendapatkan hidayah”, karena dengan tercerahkan maka mereka dengan yakin terus menjalankan dan tetap selalu mau belajar dan belajar untuk tidak menyerah di tengah-tengah ketidaktahuan.

Seperti yang disampaikan sebelumnya, bahwa diet Ketogenic masih belum ada acuan bakunya, sehingga tidak cukup hanya dengan pasrah menjalankannya saja. Pelaku diet Ketogenic harus selalu mau belajar untuk terus menerus menambah wawasan, bukan karena pola hidup Ketogenic yang selalu berubah tetapi karena pola hidup ini selalu menarik untuk digali lebih dalam dan lebih dalam lagi. Misalnya, menjalani pola hidup Ketogenic akan “naik level” apabila healthy Keto juga dikombinasikan dengan intermittent fasting, karena gaya hidup Ketogenic bukan lagi soal turun berat badan tetapi lebih untuk menuju kesehatan yang paripurna.

Setelah satu tahun dalam pola hidup Ketogenic, saya memutuskan untuk tidak lagi menimbang berat badan setiap pagi. Berat badan saya timbang mungkin hanya 1 minggu 1 kali saja, biasanya setelah weekend atau setelah pola makan tidak seketat hari-hari biasa.

Di hari-hari selain weekend pun kadang saya sedikit melonggarkan menu yang saya makan atau minum. Tetapi karena tubuh saya sudah “berubah”, tubuh saya selalu siap untuk memberikan warning/peringatan apabila saya mengonsumsi carbohydrate dan/atau sugar berlebih. Ibarat kendaraan bermotor, mesin di tubuh saya sudah harus mengonsumsi bahan bakar terbaik dengan asupan oli pelumas terbaik, sehingga dalam melonggarkan asupan pun saya meminimalisir resiko ‘brebet’ dan ‘nglitik’.


Meski sedikit melonggarkan menu yang dimakan, setelah berjalan satu tahun dalam pola hidup Ketogenic, tubuh saya cenderung lebih tahan lapar; meski makan malam terakhir kali jam 6 sore pun, keesokan harinya saya sanggup tidak makan sampai jam 2 siang misalnya. Hal seperti ini bisa terjadi setiap hari, hal yang sangat menguntungkan dalam hari-hari kerja karena konsentrasi dan ritme kerja tidak mudah terganggu oleh lambung yang menjerit kelaparan.

Tulisan ini saya cukupkan pada masa satu tahun menjalankan diet Ketogenic, pada saat berat badan saya sudah “ajeg” di kisaran 75 kg dan semua proses yang terjadi, baik itu proses biologis, fisik, dan psikologis, sudah membentuk pola hidup saya yang baru.

 

 

November 2017
#10YearsChallenge - kiri: 2009, kanan: 2019

 

kiri: 2011, kanan: 2019

 

 

 adegan PSA tahun 2015 yang pernah saya "bintangi"













06 February 2021

Diet Ketogenic Saya: (masih) Perjalanan

 “Cara Luar Biasa untuk Tampil Biasa-biasa”

catatan Edwin Rizky Supriyadi

 

Tulisan ini sekadar catatan dan sharing perjalanan diet saya, bukan sebagai bahan promosi apa pun. Tetapi apabila ada yang lantas termotivasi adalah di luar intensi awal saya menuliskan catatan ini.

tulisan sebelumnya [Perjalanan]

 

Proses Adaptasi

Selama menjalani diet Ketogenic, saya paling merasakan badan mengalami dua kali adaptasi. Yang paling pertama adalah beradaptasi dengan menu makanan yang total zero sugar dan memaksa langsung zero carbohydrate sekaligus juga memaksa langsung tidak sarapan pagi. “Memaksa” mungkin terdengar mengerikan dan berbahaya, tetapi untuk memaksa diri saya sendiri, minimal dengan berbekal pengalaman rutin menjalani Puasa Ramadhan, saya cukup dapat memperhitungkan adaptasi macam apa yang akan saya alami, paling tidak dalam seminggu pertama menjalani diet Ketogenic tanpa sarapan, zero sugar dan zero carbohydrate.

Buat saya yang sehari-hari beraktivitas di kantor, yang lebih banyak duduk di hadapan komputer, keberanian memaksa diri untuk memulai diet Ketogenic dengan tidak sarapan bukanlah hal yang luar biasa. Kondisi fisik tubuh yang langsung menurun karena baru memulai diet relatif cukup “mudah” diantisipasi dengan tetap duduk manis di meja kerja. “Ujian” yang paling utama adalah sejak pagi duduk di depan komputer dengan perut lapar yang sedikit banyak mengganggu proses berpikir tetap jelas dan tenang.

Satu hal yang mempermudah adaptasi proses tanpa sarapan adalah karena saya masih tetap boleh menikmati kopi straight black sepagi mungkin. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, caffeine kopi memang tidak banyak berpengaruh terhadap badan saya, tetapi minimal sruputan cairan pahit gurih sedap hangat itu memberikan sugesti yang menyamankan pikiran saya, meskipun bukan total moodbooster.

Masih boleh minum kopi dan masih boleh minum minuman zero sugar dan zero calorie sambil menunggu waktu makan siang cukup membuat adaptasi saya lebih mudah dibanding adaptasi saya saat menjalani awal Puasa Ramadan. Cukup menahan diri mendengarkan suara krucukan lambung yang kelaparan dan kepala yang sedikit pusing dengan tetap berusaha duduk tenang sambil kadang menambah asupan kopi.

Yang membuat kepala sedikit pusing, selain karena lambung tidak diisi makanan, juga karena sama sekali tidak mengonsumsi sugar. Untuk penjelasan keterkaitan konsumsi sugar dan kepala yang pusing akan saya singgung lagi nanti.

Adaptasi rasa kelaparan dan kepala pusing hanya terjadi pada minggu pertama menjalankan diet Ketogenic, yang ternyata rentang waktunya tidak jauh berbeda dengan proses adaptasi dalam menjalankan Puasa Ramadan. Untuk minggu-minggu selanjutnya, tubuh saya secara organik sudah menemukan ritmenya dan tidak lagi mengalami pusing kepala. Hal ini bukan saja karena “dibiasakan” tetapi juga didukung asupan makanan yang cukup nutrisinya.

Adaptasi yang berikutnya adalah sewaktu memasuki masa transisi menuju kondisi Fat Adapted yang ternyata prosesnya tidak mudah dan tidak sederhana. Tubuh saya yang lebih dari 40 tahun sebagai glucose burner berproses menjadi fat burner yang ternyata tidak sesederhana mengganti menu makanan dan meniadakan asupan sugar. Sebagian penggantian menu makanan ternyata adalah proses “pancingan” supaya tubuh saya lebih mencari lemak menjadi bahan bakar utamanya. Dan untuk menjadikan lemak badan sebagai bahan bakar utama, tubuh berproses beradaptasi secara hormonal dan pada level sel.

Proses menuju Fat Adapted inilah yang membuat tubuh saya sempat sakit-sakit seperti demam. Buat saya yang dulunya “langganan” sakit demam sebulan sekali, demam Fat Adapted ini berbeda karena saya tidak merasakan adanya titik-titik infeksi seperti demam pada umumya meski dengan gejala umum yang hampir sama.

 

Keto Flu

Demam yang muncul dalam proses Fat Adapted ini sebenarnya sudah sejak awal diingatkan oleh beberapa narasumber diet Ketogenic yang saya ikuti. Tetapi antisipasinya baru “ditemukan” setelah saya melaluinya. Menurut beberapa dokter, demam ini, yang lebih dikenal dengan sebutan “Keto Flu”, bisa diminimalisir dengan asupan Sodium yang cukup sejak memulai proses diet. Sayangnya informasi ini baru saya ketahui belakangan setelah saya melalui Keto Flu sehingga tidak bisa saya buktikan sendiri.

Karena sudah diingatkan sejak awal bahwa akan mengalami Keto Flu, saya sempat yakin mengalaminya lebih awal karena pada pertengahan minggu ke-9 diet Ketogenic saya sempat mengalami demam selama 7 hari. Tetapi belakangan ternyata itu hanya demam biasa yang terjadi mungkin karena kondisi saya sedang menurun saja.

Sepuluh hari kemudian, pada akhir minggu ke-11 diet Ketogenic, saya mengalami lemas selama 5 hari, namun tidak demam, sampai saya harus mengambil cuti supaya bisa total istirahat di rumah. Kali ini tubuh saya benar-benar lemah, lengkap dengan kepala yang pening, tapi tidak merasakan infeksi di mana pun. Meski waktu itu saya belum tahu cara antisipasinya, pola makan dan menu makanan tetap saya pertahankan sesuai diet Ketogenic.

Persis setelah 5 hari, kondisi fisik saya kembali fit seperti semula, bahkan terasa lebih ringan untuk beraktivitas rutin. Efek yang paling jelas adalah saya tidak lagi mudah merasa lapar. Menunda makan siang lebih lama menjadi lebih mudah.

 

Donor Darah, Tensi dan Hb

Sebuah rutinitas yang tetap saya lakukan selama diet Ketogenic adalah melakukan donor darah. Selain terasa “nagih”, yang saya baru sadari belakangan, sesi pemeriksaan tensi darah dan Hemoglobin darah berguna untuk mengetahui kesehatan darah saya; apakah tensi darah saya normal, apakah Hemoglobin (Hb) darah saya mencukupi kriteria sehat dan layak mendonorkan darah.

Selama masa dewasa, tensi darah saya selalu dalam batas normal, yaitu 120/80. Dalam kondisi sakit sekalipun, seperti saat suatu kali saya menderita paratyphus, tensi saya masih pada batas normal. Begitu juga batas yang ditunjukkan saat pemeriksaan tensi setiap kali sebelum donor darah.

Saat menjalani diet Ketogenic adalah angka kadar Hb darah saya yang cenderung “membaik”. Hal ini cukup menarik karena selama bertahun-tahun mendonorkan darah, kadar Hb darah saya selalu mendekati batas atas yang diperbolehkan yaitu 17 g/dL. Saya sempat beberapa kali ditolak mendonorkan darah karena Hb darah saya melewati batas atas. Untuk menurunkannya, saya disarankan untuk banyak minum air, mengurangi makan sayur berwarna hijau, dan mengurangi asupan protein berlebihan.

Saya menjalani diet Ketogenic sejak awal Januari 2018 dan selama tahun 2018 itu pula saya tetap melakukan donor darah. Sepanjang tahun 2018 angka hasil pemeriksaan Hb darah saya sebelum donor darah menunjukkan kisaran 15 – 16 g/dL. Angka ini berada di bawah 17 g/dL, sehingga saya tidak perlu kuatir tidak lolos pemeriksaan kualifikasi donor darah.

Formulir Peserta Donor Darah

Level Hb darah saya membaik tapi dengan menu makanan yang “terbalik” dengan yang disarankan. Menu makanan diet Ketogenic jelas high fat, more protein dan mengonsumsi banyak sayuran hijau yang pada kondisi tubuh saya justru mampu menurunkan level Hb darah. Jadi makanan atau asupan apa yang sebenarnya bisa menurunkan kadar Hb darah?

 

Gluconeogenesis

Pada satu waktu, saat Herbert sedang mampir di Jakarta, kami bersama beberapa teman janjian untuk makan siang bareng. Waktu itu jatuh pada hari Sabtu, kami janjian bertemu di sebuah resto sea food dan saya yang paling pengangguran di antara kawan-kawan lainnya berinisiatif untuk menjemput Herbert di rumah Ibunya di kawasan Tanjung Duren.

Siang hari pada hari Sabtu adalah saatnya lalu lintas di Jakarta Barat berkubang dalam kemacetan.  Perjalanan dari rumah yang saya mulai pukul 11 siang adalah perjalanan dalam panas dan macet ditimpali rasa lapar yang sudah mulai muncul, tetapi saya tetap mampu fokus berkendara dalam perjalanan yang memakan waktu lebih dari 20 menit.

Sesampai di Tanjung Duren hampir pukul 13, saya sampaikan ke Herbert bahwa saya sedang merasakan perut lapar tetapi kepala tetap tenang dan tidak pusing sedikit pun. Kami pun lanjut berdiskusi sambil ngopi karena ternyata kawan-kawan yang lain belum bisa berkumpul pada waktu makan siang. Kopinya enak deh.

Salah satu hal yang dipahami dalam mempelajari diet Ketogenic adalah bahwa jumlah ideal glucose dalam darah di seluruh tubuh manusia hanyalah sebanyak 1½ sendok teh setiap harinya. Dan organ tubuh manusia yang membutuhkan bahan bakar glucose hanyalah otak. Lalu bagaimana otak manusia terpenuhi kebutuhan glucose-nya sementara badan yang diet Ketogenic tidak mendapatkan asupan sugar dan carbohydrate? Ternyata liver manusia memiliki kemampuan melakukan konversi Ketones menjadi glucose sebanyak yang dibutuhkan dan mengirimnya ke otak. Kemampuan konversi itu disebut Gluconeogenesis.

Gula Darah Normal

Hal yang menyebabkan saya mampu tetap fokus berkendara dalam kondisi perut kelaparan tanpa mengalami pusing kepala kemungkinan besar adalah karena saya sudah Fat Adapted dengan liver sehat sehingga mampu melakukan gluconeogenesis untuk memberikan asupan glucose yang dibutuhkan otak. Selama tubuh masih memiliki stored fat yang bisa diubah menjadi Ketones, maka kebutuhan glucose  tetap bisa dipenuhi.

Dari situ juga bisa dipahami bahwa tubuh yang dalam kondisi Ketosis saat mengalami kelaparan tidak lalu menjadi pemarah/gelisah/cranky karena kebutuhan glucose untuk otak selalu dapat terpenuhi. Situasi yang sangat berbeda apabila tubuh masih sebagai glucose burner karena glucose dalam darah mudah habis, bahan bakar untuk otak menjadi defisit, dan harus segera dipenuhi lagi melalui asupan makanan atau minuman.

Akhirnya hari itu kami baru berkumpul untuk makan siang kira-kira menjelang pukul 16.30. Memang sudah tidak lagi masuk waktu makan siang tapi belum juga masuk waktu makan malam, tetapi kami sangat menikmati hidangan menu sea food kami dengan nyaman dan seru. Kelaparan kami hanya terjadi di lambung, namun kepala kami tetap fokus dan mental kami tetap tenang.

 

Ramadan 2018

Puasa Ramadan tahun 2018, yang berlangsung sejak pertengahan bulan Mei hingga pertengahan bulan Juni 2018, menjadi salah satu episode yang menarik di tahun itu. Ibadah tahunan yang di tahun 2018 berlangsung setelah masa 3 bulan pertama diet Ketogenic saya, yang juga sudah melewati tahap Fat Adapted, dapat saya jalani dengan sangat lancar, jauh lebih lancar dibandingkan Puasa Ramadan yang saya jalani di tahun-tahun sebelumnya.

Puasa Ramadan kali ini, saya melakukan One Meal A Day (OMAD) selama 15 hari, meski tidak dalam waktu yang berturut-turut dari total 29-30 hari jalannya ibadah Puasa, saya hanya makan pada saat berbuka puasa, dan pada saat sahur hanya minum kopi straight black, yang mungkin bagi pemahaman banyak orang adalah sebuah kebiasaan yang berbahaya”. Sebagaimana kebiasaan umum, dalam rangka menyambut seharian yang panjang tanpa makan dan minum, tentunya sebaiknya kita mengonsumsi makanan yang cukup pada saat sahur supaya minimal tidak ada gangguan lambung. Tetapi yang saya alami adalah sebaliknya, lambung saya tetap tenang sepanjang hari.

Meski saya hanya minum kopi saat sahur, lambung saya pun cukup tenang. Sangat berbeda dibandingkan dengan saat Puasa Ramadan tahun-tahun sebelumnya, meski saya selalu makan pada saat sahur, lambung saya mulai terasa perih begitu mendekati pukul 10 pagi. Saat melakukan OMAD, saya mulai merasakan lapar ketika waktu sudah menjelang sore setelah hampir 24 jam dari waktu berbuka puasa sehari sebelumnya.

Ibadah Puasa Ramadan yang dari sahur hingga waktu berbuka tanpa makan dan minum (dry fasting) dan selama 15 hari melakukan OMAD, ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan berat badan saya. Tercatat penurunan berat badan saya pada akhir masa Puasa Ramadan 2018 sebanyak 2,5 kg.

Beribadah Puasa dengan tetap menjalankan diet Ketogenic dan beberapa kali melakukan OMAD membuat Puasa Ramadan tahun 2018 sebagai Puasa Ramadan saya yang cukup hemat untuk pertama kalinya. Menu makanan yang zero sugar + low carbohydrate, menu berbuka yang dicukupkan dengan hanya air + ACV, menu sahur yang lebih sering berupa kelebihan dari menu makan Istri, cukup kopi straight black, lambung yang mudah dikenyangkan dan tetap terasa kenyang sepanjang hari, sangat-sangat menjauhkan dari segala macam camilan, gorengan, kolak, sirup, dan sebagainya, yang biasanya menjadi menu khas selama Puasa Ramadan.

Puasa Ramadan juga waktunya banyak obral/sale pakaian menjelang Lebaran. Di musim sale menjelang Lebaran tahun 2018, saya memberanikan diri untuk berburu pakaian baru. Kalau di tahun-tahun sebelumnya saya tidak pernah tertarik untuk ikutan musim sale karena saya meyakini sebagian besar pakaian sale, terutama yang berdiskon besar, tidak mengakomodir ukuran tubuh saya. Terkait dengan ukuran pakaian juga, untuk musim sale tahun 2018 adalah waktunya saya mengetahui ukuran pakaian saya yang paling aktual, terutama ukuran celana panjang, setelah lebih dari 10 tahun selalu mengenakan celana panjang yang dijahit khusus.

Dari musim sale tahun 2018 itulah saya mengetahui bahwa ukuran kemeja saya di nomor 15½ , kaus  dalam ukuran M, celana pantalon/jeans ukuran 34, yang belakangan ternyata ukuran celana saya semakin menyusut lagi. Kalau sebelumnya saya selalu lebih dulu menanyakan ukuran sebelum membeli produk pakaian, kali ini saya bisa memilih produk yang saya sukai dengan diskon paling banyak karena ukuran untuk tubuh saya pasti ada. Musim sale yang paling menggembirakan buat saya!

 

 

 

Selanjutnya …

02 February 2021

Diet Ketogenic Saya: Perjalanan

 “Cara Luar Biasa untuk Tampil Biasa-biasa”

catatan Edwin Rizky Supriyadi

 

Tulisan ini sekadar catatan dan sharing perjalanan diet saya, bukan sebagai bahan promosi apa pun. Tetapi apabila ada yang lantas termotivasi adalah di luar intensi awal saya menuliskan catatan ini.

 tulisan sebelumnya [Permulaan]

 

Perjalanan

Saya memulai diet Ketogenic dengan meyakinkan diri bahwa ini adalah pilihan yang harus dijalankan dengan sungguh-sungguh. Menjalankannya dengan sungguh-sungguh dimulai pada waktu pagi-pagi sekali, persis setelah bangun tidur, buang air kecil, lalu segera menimbang berat badan.

Menimbang berat badan di pagi hari diniatkan sebagai penanda dan kendali atas perilaku makan dan pengingat menu makanan yang dimakan sehari sebelumnya. Pencatatan berat badan diniatkan untuk dilakukan selama minimal waktu tiga bulan sebagaimana disarankan dalam menjalankan diet Ketogenic.

Menimbang berat badan dilakukan mengunakan timbangan berat badan digital demi menunjukkan angka yang detil beserta desimalnya untuk pencatatan yang lebih lengkap. Penimbangan erat badan pada tanggal 4 Januari 2018 menunjukkan angka 105,5 kilogram dan perjalanan diet Ketogenic dimulai.

Pencatatan berat badan setiap pagi menjadi salah satu patokan yang dapat dipelajari selama menjalankan diet Ketogenic. Jenis menu makanan dan pola makan dapat mempengaruhi fluktuasi berat badan yang terjadi setiap hari. Seberapa banyak berat badan yang turun pada minggu pertama pada bulan pertama dapat terpantau dengan baik.

Menimbang berat badan di pagi hari yang semula diniatkan selama tiga bulan akhirnya berlanjut hingga satu tahun penuh. Keputusan untuk melanjutkan penimbangan berat badan rutin selama setahun penuh demi untuk memantau berat badan hingga mencapai angka yang stabil dengan pola makan dan menu makanan diet Ketogenic yang sudah tertata dan terjaga.

Dari catatan yang ada, berat badan saya mencapai “titik terendah” dan stabil terjadi pada bulan kesepuluh. Setelah berat badan tetap dan stabil hingga akhir Desember 2018, saya putuskan untuk menghentikan kegiatan penimbangan berat badan rutin tiap hari itu pada tanggal 4 Januari 2019.

Grafik Perubahan Berat Badan

 

Selalu Belajar

Pencerahan di awal ternyata tidak cukup menjadi “bahan bakar” utama selama perjalanan diet ini. Menjalankan diet Ketogenic ternyata adalah waktunya bagi saya untuk selalu belajar. Pelajaran yang paling penting adalah “mendengarkan” kebutuhan tubuh kita sendiri. Dimulai sejak pagi hari setelah bangun tidur saya sudah memulai hari dengan mendengarkan apakah sepagi itu sudah merasakan lapar?!

Sebagaimana diet Ketogenic yang belum memiliki acuan yang baku, makan menunggu lapar bisa dalam waktu yang pendek atau mungkin hingga waktu yang lebih lama, yang bisa disesuaikan dengan daya tahan tubuh masing-masing individu. Tubuh memberikan banyak tanda-tanda terkait dengan kebutuhan asupan, bukan hanya sebatas rasa lapar, mungkin juga dengan sedikit pusing, atau mungkin sedikit mual, bisa juga kesulitan buang air besar. Tanda-tanda dari tubuh semacam itulah yang harus selalu dipahami dan cari penjelasan serta solusinya. Beberapa tanda di antaranya bisa saja baru diketahui pada saat menjalankan diet Ketogenic dan “beberapa” hal itu bisa saja cukup banyak dan wajib dipelajari lebih lanjut.

Belajar menerjemahkan tanda-tanda dari tubuh sering saya konfirmasikan kepada Herbert sebagai orang yang bertanggung jawab “menjerumuskan” saya ke dalam diet Ketogenic ini. Beberapa tanda bisa dijelaskan olehnya, bahkan dilengkapi dengan solusinya. Tetapi untuk beberapa tanda yang lain, dan untuk “pelajaran” yang lebih detail, seringkali Herbert menyampaikan link artikel dan/atau video “tutorial” dari internet.

 

Video “Tutorial” di Internet

Kita tentu paham bahwa tidak semua hal-hal yang terdapat di cyber world terjamin kebenarannya, tetapi sebagai individu yang hampir setiap saat memanfaatkan internet sebagai sumber data, tentunya saya memiliki cukup cara untuk memeriksa keabsahan digital track dari penyusun artikel dan video yang diteruskan oleh Herbert. Tentunya saya juga meyakini bahwa pengalaman Herbert menjalankan diet Ketogenic menjamin pemahamannya akan diet ini cukup valid.

Khususnya video mengenai diet Ketogenic, atau yang juga dikenal dengan “Low Carbs High Fat diet”, terdapat beberapa YouTube channel yang sering saya jadikan referensi. Dimulai dari channel Dr. Eric Berg, yang pada awalnya direkomendasikan oleh Herbert sendiri, hingga ke YouTube channel Dr. Ken Berry, Dr. Eric Westman – Adapt Your Life, dan 2 Fit Docs. Sebagian besar dari channel tersebut saya temukan dari “rekomendasi” YouTube. Dunia internet memiliki algorithma tertentu yang mampu memberikan rekomendasi-rekomendasi sesuai dengan tema-tema yang berulang kali kita cari dan lihat.

The Ketogenic Diet Plan for Beginners - Dr. Berg


 

7 Steps to Starting the KETO Diet - Dr. Ken Berry


How to Start Keto - Dr. Eric Westman


Before Starting Keto, Go Low Carb...Here's Why - 2 Fit Docs

Sebagian dari content creator channel tersebut pernah saling bertemu dan berkolaborasi dalam satu video. Sebagian lagi saya ikuti karena keunikan cara mereka menjalankan diet Ketogenic yang mungkin bisa jadi referensi saya untuk menirunya, misalnya tetap makan sehari 3 kali tapi tetapi dengan menu-menu yang terjaga dan pada waktu-waktu yang tepat.

Artikel dan video di internet saya jadikan bahan untuk mengkonfirmasi pengetahuan saya tentang diet Ketogenic dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh, di antaranya juga untuk menambah wawasan mengenai solusi permasalahan yang ditemui dalam menjalankan diet ini. Dari sana saya banyak juga mendapat pengetahuan mengenai kerja hormon tubuh manusia yang lebih menjelaskan mengapa sebaiknya manusia selalu dalam kondisi Ketosis.

Di sisi yang lain, karena sebagian besar channel itu berasal dari Amerika Utara, saya menjadi memahami kendala-kendala yang dihadapi mereka di sana dalam menjalani diet Ketogenic dibandingkan dengan kendala yang saya hadapi sehari-hari.

Salah satu wawasan yang menarik yang saya temukan dan terkait dengan diet Ketogenic adalah pembuktian pengobatan dan penyembuhan diabates tipe 2 (tipe penyakit diabetes akibat pola makan dan gaya hidup, bukan bawaan) dengan terapi intermittent fasting (puasa jeda waktu) dan low carbs high fat diet oleh Dr. Jason Fung di Kanada. Beberapa video “kuliah” Dr. Jason Fung, video kesaksian pasien-pasiennya, dan video interview-nya bersama Dr. Eric Berg seperti menyemangati saya dan menguatkan fokus saya dalam menjalani diet Ketogenic untuk memperoleh level kesehatan yang lebih baik lagi.

How to Reverse Diabetes Type 2 - Dr. Jason Fung

 

Dr. Berg Interviews Dr. Jason Fung on Intermittent Fasting & Losing Weight

 

 

Asupan Nutrisi dan Vitamin

Informasi paling banyak yang saya dapat mengenai diet Ketogenic adalah pentingnya nutrisi dari menu makanan yang kita makan. Komposisi menu makanan zero sugar + low carbs + high healthy fat + middle protein volume bukan berarti lalu mengesampingkan asupan nutrisinya. Untuk mencapai metabolisme tubuh yang baik menuju kesehatan yang prima adalah sangat penting untuk selalu mengutamakan nutrisi dari setiap menu makanan yang kita makan. Kebutuhan akan asupan nustrisi, vitamin dan mineral bukan didapat dari suplemen buatan atau pun dari makanan/bahan makanan yang diperkuat/fortified. Kita wajib mencari asupan untuk kebutuhan tersebut dari real food yang kita konsumsi sehari-hari.

Sebagai contoh, biasanya asupan vitamin C kita peroleh dari banyak buah-buahan. Tetapi dalam menjalankan diet Ketogenic, jeruk lemon adalah sumber vitamin C yang paling aman karena kadar fructose-nya yang paling rendah. Fructose yang masuk ke dalam tubuh manusia diproses oleh liver. Kadar fructose yang rendah pada jeruk lemon tentunya mengurangi beban kerja liver.

Trouble with Fructose – Dr. Jason Fung 

 

Selain memberikan vitamin C dengan kadar fructose rendah, kadar asam jeruk lemon juga dapat membantu menjaga level keasaman lambung sehingga selalu aman mendukung proses pencernaan. Untuk mengonsumsi jeruk lemon dipersilakan dengan dijadikan juice atau diproses menjadi infused water, yang tentunya tanpa ditambahkan sugar dan juga sebisa mungkin mengonsumsi jeruk lemon yang organik.

Buah-buahan memiliki rasa manis karena mengandung sugar yang biasanya terdiri dari fructose, glucose, sucrose, maltose, galactose dengan kadar dan komposisi yang berbeda-beda. Semakin rendah kadar glucose dalam buah, semakin rendah pula potensi kenaikan sugar dalam darah apabila buah tersebut dikonsumsi tubuh manusia.


Bahan lain yang juga dapat menjaga kadar keasaman lambung adalah cuka apel atau Apple Cider Vinegar (ACV) yang cukup baik dikonsumsi dalam dosis 1 sendok makan dicampur dengan segelas air. Sebaiknya ACV dikonsumsi pada saat perut kosong tetapi juga baik untuk dikonsumsi setelah makan, cukup 2 kali konsumsi dalam sehari. Selain menjaga level keasaman lambung, ACV juga baik untuk menekan level insulin dalam darah sehingga tidak berlebihan sehingga dapat mencegah insulin menginstruksikan kelebihan glucose dalam darah menjadi stored body fat.

The 9 Benefits of Apple Cider Vinegar - Dr. Berg

 

Water Weight dan Mineral

Pada awal memulai diet Ketogenic, saya mengalami buang air kecil yang cukup sering. Beberapa informasi yang saya dapatkan, sering buang air kecil, bahkan dalam volume yang banyak setiap kalinya, memang adalah efek normal dari diet Ketogenic. Kemungkinan besar hal ini terjadi sebagai bagian dari proses pengeluaran/pengurangan berat air tubuh (water weight) yang memang tambahan beban berat badan secara keseluruhan di samping berat lemak badan (body fat weight).

Belakangan saya juga memahami bahwa terjadinya buang air kecil yang cukup sering adalah karena konsumsi carbohydrate yang sangat rendah dalam diet Ketogenic. Kadar asupan refined carbohydrate yang tinggi ternyata bisa menahan banyak cairan dalam tubuh sehingga menimbulkan water weight.

Refined carbohydrate adalah karbohidrat yang diproses berulang-ulang menjadi tepung makanan, sehingga mineral-mineral asli yang seharusnya dibawa dari sumber aslinya di alam menjadi terpisahkan. Saat dikonsumsi tubuh, refined carbohydrate akan mengikat mineral-mineral yang ada di dalam tubuh sehingga membuat tubuh kekurangan mineral. Kondisi ini mengganggu keseimbangan mineral dalam tubuh yang dapat mengganggu kerja sel-sel tubuh. Secara alamiah tubuh akan berusaha menjaga keseimbangan mineral yang dibutuhkan dengan mempertahankan jumlah air lebih banyak, karena selain mengandung H2O, air juga mengandung electrolyte yang terdiri dari beberapa mineral. Hal inilah yang kemudian membuat terjadinya penumpukan water weight dalam tubuh yang banyak mengonsumsi refined carbohydrate.

Meski pengeluaran water weight adalah hal yang normal dan baik, tetapi juga perlu diwaspadai karena kemungkinan besar juga terjadi pengeluaran mineral bersamaan dengan proses itu, terutama Sodium, secara besar-besaran dari tubuh kita. Salah satu efek kekurangan Sodium yang cukup dirasakan tubuh kita adalah rasa lemas dan gemetar yang berlebihan.

Cara yang paling mudah untuk memenuhi kebutuhan tubuh kita akan Sodium adalah dengan minum larutan air garam, cukup campurkan segelas air dengan satu sendok teh garam. Yang perlu diperhatikan adalah garam yang digunakan harus garam asli, bukan hasil refinery, juga bukan garam khusus penderita darah tinggi. Pilihan garam asli bisa yang diperoleh dari air laut atau garam Himalaya.

Kebutuhan akan Sodium dalam sehari sebenarnya dapat dipenuhi cukup dalam 1 gelas larutan air garam, tetapi apabila dibutuhkan, misalnya kepala terasa pusing, kelaparan berlebihan, atau lelah setelah olah raga/kerja fisik, dipersilakan untuk menambah asupan larutan air garam secukupnya. Larutan air garam cukup dapat memenuhi kebutuhan electrolyte yang hilang dalam keringat yang tubuh kita keluarkan selama beraktivitas. Fungsi larutan air garam sangat mirip dengan larutan oralit yang sering dikonsumsi pada saat menderita diare tetapi tentunya larutan air garam tidak ditambahkan sugar ke dalamnya.

Menyinggung rasa lelah setelah beraktivitas fisik berat, selain mengonsumsi air garam, ternyata larutan air + ACV juga mampu menghilangkan rasa lelah tersebut. Mungkin larutan air + ACV tidak menggantikan electrolyte yang terbuang, tetapi cukup mampu memberikan efek segar tubuh kembali. Hal ini saya buktikan sendiri untuk menjawab pertanyaan kebiasaan minum air gula/manis setelah aktivitas fisik berat. Rasa lelah yang saya alami setelah aktivitas mencuci mobil memang berhasil diatasi dengan minum larutan air + ACV.

Magnesium juga menjadi salah satu mineral yang diperlukan. Bagi mereka yang rutin berolah raga biasanya cukup familiar dengan kebutuhan asupan mineral yang satu ini. Sebagian dari mereka mengandalkan pisang sebagai makanan yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan akan Magnesium. Salah satu efek kekurangan Magnesium adalah dapat menyebabkan detak jantung yang tidak beraturan/arrhythmia.

Tapi tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya sayuran berwarna hijau tua lah yang lebih banyak mengandung Magnesium dibandingkan pisang. Selain kandungan Magnesium yang minim, pisang juga masih terlalu banyak mengandung fructose.

Sayuran berwarna hijau tua, kecuali kangkung yang seratnya agak sulit dicerna, sangat disarankan dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan Magnesium dan Potassium. Sayuran berwarna hijau tua yang memiliki kandungan Magnesium tinggi adalah Kale. Sayangnya tingginya kandungan Magnesium dalam Kale juga berbanding lurus dengan harganya yang tinggi. Tapi jangan kuatir, untuk harga yang lebih murah, daun pepaya Jepang juga memiliki kandungan Magnesium yang tinggi, yang tentunya perlu dikonsumsi sedikit lebih banyak dibandingkan dengan Kale.

Tanaman Kale

Saya sempat mengonsumsi juice dari daun pepaya Jepang 2x seminggu selama beberapa minggu. Efeknya mungkin tidak terlalu terasa dibandingkan rasanya dari juice-nya yang “begitu” lah. Silakan membayangkan sendiri rasa juice sayuran murni tanpa tambahan apa pun. Minum juice sayuran tentunya sangat efisien dibandingkan makan salad sayuran sebanyak 10 mangkok kecil dalam 1 hari.

Namun bersamaan dengan pembelajaran yang terus menerus tentang diet Ketogenic, asupan nutrisi khususnya Magnesium dan Potassium bisa dicukupi dengan banyak mengonsumsi lalapan dalam porsi besar beberapa kali dalam 1 minggu. Lalapan yang sering saya konsumsi adalah kombinasi timun, daun selada, daun kemangi dan kol. Belakangan konsumsi lalapan ini saya ganti dengan daun singkong rebus yang volumenya kurang lebih sama.

Tanaman Pepaya Jepang

 

Nutrisi dari Produk Hewani

Sumber nutrisi lainnya yang perlu diketahui, dan selama ini seringkali dihindari karena salah pemahaman, adalah daging dan jeroan hewan yang sebenarnya banyak mengandung vitamin B12 yang dibutuhkan tubuh untuk mengurangi depresi, anemia, kelelahan, dan tremors. Vitamin B12 banyak diperoleh dari liver/hati hewan. Namun demikian, apabila lambung kita kurang kadar keasamannya, vitamin B12 sulit terserap dengan baik. Bagaimana cara meningkatkan kadar keasaman lambung? Minum saja larutan air + ACV.

Soto Betawi

Selain jeroan hewan, sea food juga termasuk jenis makanan yang juga sering dihindari. Namun yang kurang diketahui adalah bahwa sea food banyak mengandung mineral Iodine yang bisa membantu mengurangi rasa dingin/kedinginan tubuh kita.

Telur sebagai sumber protein hewani seringkali terlalu dibatasi konsumsinya. Padahal telur, produk ayam maupun itik, merupakan menu makanan yang cukup lengkap karena selain mengandung protein juga sekaligus mengandung lemak. Porsi kandungan protein dan lemaknya dapat disebut cukup memenuhi kebutuhan menu diet Ketogenic sehari-hari.

Menurut saya, telur adalah menu diet Ketogenic yang tergolong terjangkau, bahkan cukup murah. Apabila kita termasuk orang yang tidak mudah bosan, dalam menjalani diet Ketogenic ini dapat mengonsumsi telur saja sebanyak 4-5 butir rutin setiap harinya dengan diimbangi konsumsi sayuran.

Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa kuning telur (egg yolk) ternyata banyak mengandung zat Choline yang dapat membantu mengurangi fatty liver. Agar lebih efektif, disarankan untuk mengonsumsi telur mata sapi atau telur rebus dengan kematangan cukup, yang kuning telurnya masih berwarna oranye, atau paling tidak bagian kuning telurnya belum mengeras, dan bukan berwarna kuning pucat yang diselimuti lapisan warna abu-abu,.

Telur rebus ditaburi nutritional yeast

Sumber-sumber nutrisi yang saya sebutkan itu masih sebagian dari sumber nutrisi lain yang masih banyak lagi dengan jenis-jenis nutrisi yang lebih banyak lagi yang bersumber dari jenis-jenis makanan real food, bukan processed food. Bahkan banyak di antaranya mudah diperoleh dengan cara dan harga yang cukup terjangkau.

 

 

 

Selanjutnya …