tag:

11 February 2021

Diet Ketogenic Saya : Satu Tahun

“Cara Luar Biasa untuk Tampil Biasa-biasa”

catatan Edwin Rizky Supriyadi

 

Tulisan ini sekadar catatan dan sharing perjalanan diet saya, bukan sebagai bahan promosi apa pun. Tetapi apabila ada yang lantas termotivasi adalah di luar intensi awal saya menuliskan catatan ini.

tulisan sebelumnya [(masih) Perjalanan]


Tanggal 4 Januari 2019, tepat 1 tahun saya menjalankan pola hidup Ketogenic, tercatat berat badan saya 75 kg, sehingga terhitung berat badan saya sudah turun sebanyak 30,5 kg. Untuk ukuran kemeja, yang berpatokan pada merk Alisan, pada nomor 15½  dengan cut Slim Fit, sedangkan untuk kaos dan jaket pada ukuran M. Untuk beberapa celana pantalon dan jeans, saya sudah mengenakan ukuran 33 atau 34.

Keluarga di rumah pun kembali termotivasi untuk mengikuti pola hidup Ketogenic. Dari hasil yang saya capai dan beberapa sharing knowledge yang saya lakukan, Mama dan adik saya mulai kembali fokus untuk lebih baik lagi menjalankan dietnya. Mereka berdua sempat kepayahan mengikuti diet  “aliran sebelah sana” meski sudah mendapatkan efek yang sama.

Istri saya sempat juga ketat menjalankan diet Ketogenic karena sempat menderita vertigo. Dan sekali lagi diet Ketogenic terbukti bisa menyembuhkan vertigo, seperti yang lebih dulu pernah diderita Mama saya.

Demi kemudahan konsumsi, stok telur ayam ditingkatkan di rumah kami. Banyak cemilan “umum” yang mulai menghilang dari stok dan digantikan dengan cemilan yang Keto friendly. Adik saya bereksperimen dengan menu makanan dan kue yang Keto friendly. Bahkan kami sempat “menginventarisir” warung-warung makan dengan menu-menu Keto friendly yang mudah dijangkau layanan delivery, yang salah satunya adalah warung masakan Betawi yang sangat recommended untuk rasa dan variasi menunya.

sebagian menu masakan khas Betawi

Beberapa kawan dan kenalan juga banyak bertanya soal “kekurusan” saya. Banyak juga yang bertanya, nggak sedikit juga yang “menghakimi”. Di antara yang bertanya, banyak yang tertarik ikut diet ini. Tetapi di antara yang tertarik ikut, cuma sedikit yang akhirnya beneran menjalani, meski semuanya sempat langsung di bawah “bimbingan” saya.

Dari pengalaman saya, yang benar-benar saya alami dan pahami, mereka yang akhirnya benar-benar “sukses” menjalani pola hidup Ketogenic hanyalah mereka yang mendapatkan pencerahan, atau dalam term Saudara-saudara Muslimin adalah mendapatkan hidayah”, karena dengan tercerahkan maka mereka dengan yakin terus menjalankan dan tetap selalu mau belajar dan belajar untuk tidak menyerah di tengah-tengah ketidaktahuan.

Seperti yang disampaikan sebelumnya, bahwa diet Ketogenic masih belum ada acuan bakunya, sehingga tidak cukup hanya dengan pasrah menjalankannya saja. Pelaku diet Ketogenic harus selalu mau belajar untuk terus menerus menambah wawasan, bukan karena pola hidup Ketogenic yang selalu berubah tetapi karena pola hidup ini selalu menarik untuk digali lebih dalam dan lebih dalam lagi. Misalnya, menjalani pola hidup Ketogenic akan “naik level” apabila healthy Keto juga dikombinasikan dengan intermittent fasting, karena gaya hidup Ketogenic bukan lagi soal turun berat badan tetapi lebih untuk menuju kesehatan yang paripurna.

Setelah satu tahun dalam pola hidup Ketogenic, saya memutuskan untuk tidak lagi menimbang berat badan setiap pagi. Berat badan saya timbang mungkin hanya 1 minggu 1 kali saja, biasanya setelah weekend atau setelah pola makan tidak seketat hari-hari biasa.

Di hari-hari selain weekend pun kadang saya sedikit melonggarkan menu yang saya makan atau minum. Tetapi karena tubuh saya sudah “berubah”, tubuh saya selalu siap untuk memberikan warning/peringatan apabila saya mengonsumsi carbohydrate dan/atau sugar berlebih. Ibarat kendaraan bermotor, mesin di tubuh saya sudah harus mengonsumsi bahan bakar terbaik dengan asupan oli pelumas terbaik, sehingga dalam melonggarkan asupan pun saya meminimalisir resiko ‘brebet’ dan ‘nglitik’.


Meski sedikit melonggarkan menu yang dimakan, setelah berjalan satu tahun dalam pola hidup Ketogenic, tubuh saya cenderung lebih tahan lapar; meski makan malam terakhir kali jam 6 sore pun, keesokan harinya saya sanggup tidak makan sampai jam 2 siang misalnya. Hal seperti ini bisa terjadi setiap hari, hal yang sangat menguntungkan dalam hari-hari kerja karena konsentrasi dan ritme kerja tidak mudah terganggu oleh lambung yang menjerit kelaparan.

Tulisan ini saya cukupkan pada masa satu tahun menjalankan diet Ketogenic, pada saat berat badan saya sudah “ajeg” di kisaran 75 kg dan semua proses yang terjadi, baik itu proses biologis, fisik, dan psikologis, sudah membentuk pola hidup saya yang baru.

 

 

November 2017
#10YearsChallenge - kiri: 2009, kanan: 2019

 

kiri: 2011, kanan: 2019

 

 

 adegan PSA tahun 2015 yang pernah saya "bintangi"













No comments: