27 September 2010
A BAREFOOT DREAM: Sekali Lagi Kisah Nyata tentang Kekuatan Mimpi.
Title:
A Barefoot Dream
Director:
Kim Tae-Gyun
Casts:
Hee-soon Park, Kei Shimizu
Plot:
Coach Kim Won-Kang is a former soccer player who failed to manage his business - post soccer career. After his business goes under, Kim Won-Kang travels to the small country of East Timor to coach a youth soccer team. The East Timor youth soccer team has been in existence for only one year but will go on to win two international youth soccer events with the help of Coach Kim Won-Kang.
Note:
Sebagai orang Indonesia, gue ngga terlalu ngikutin perkembangan Timor Leste sejak merdeka dari Republik Indonesia. Cuma pada masa awal mereka merdeka aja yang masih sempet denger-denger berita tentang negeri yang dulunya pernah jadi propinsi yang disebut Timor Timur. Beritanya jarang yang bagus, sebagian besar tentang kemiskinan, masih minimnya infra struktur yang vital untuk kehidupan sehari-hari, dan yang paling parah adalah masih kuatnya keberadaan golongan-golongan yang saling bertikai berebut kekuasaan.
Dari semua berita buruk yang besar (atau dibesar-besarkan) itu tentunya membuat kabar kemanusiaan menjadi luput dari perhatian. Boleh ditanya kepada sebagian besar penduduk Indonesia siapa yang tau (atau memang sudah tidak peduli apa-apa) tentang keberadaan pengusaha bangkrut, yang juga mantan pesepak bola profesional, asal Korea Selatan yang sukses melatih dan membawa kumpulan sepak bola anak-anak Timor Leste hingga sukses menjuarai kejuaraan Internasional Rivelino Cup di Hiroshima tahun 2004.
Perjuangan Kim Won-Kang, si pelatih ‘dadakan’ asal Korea itu, diadaptasi dengan baik ke dalam film ini. Semua elemen mampu disampaikan dengan apik. Kondisi Timor Leste yang masih miskin dengan ketegangan pertikaian antar golongan tergambar dengan muram, mampu membuat penonton tercenung dan menaruh simpati dengan apa yang diperjuangkan Coach Kim di sana. Cara berkomunikasi Coach Kim dengan penduduk lokal menggunakan bahasa yang bercampur-campur, bahkan tidak sedikit terdengar potongan kata-kata bahasa Indonesia, juga menarik untuk disimak menjadi bagian penceritaan pendekatan dan adaptasi si Guus Hiddink dari Timor Leste ini dengan anak-anaknya.
Selain drama interaksi antar bangsa yang disampaikan dengan menarik dan mengharukan, elemen terpenting, yaitu adegan-adegan sepak bola, disampaikan nyaris sempurna. Pengenalan karakter-karakter anak-anak pesepakbola mampu menuntun penonton untuk terus penasaran akan seperti apa nantinya setelah dilatih oleh Coach Kim. Adegan pertandingan sepak bola, mulai dari tanding ‘tarkam’ hingga turnamen Rivelino Cup yang shooting langsung di Hiroshima, tergarap dengan apik sekali. Semua adegan sepak bola disampaikan dengan baik hingga penonton seperti disuguhkan drama pertandingan sepak bola yang sedang nyata berlangsung di layar. Bohong kalo penonton ngga ikutan nahan nafas karena tegangnya menyaksikan skuad anak-anak Timor Leste itu berusaha mengejar ketinggalan mereka melawan skuad tuan rumah.
Meski gue sedikit mempertanyakan di mana informasi yang jelas tentang keabsahan kisah nyata film ini tapi jauh termaafkan dengan alur dramanya yang cukup solid dan terjaga hingga mencapai end credit.
Film ini bercerita tentang pencapaian tekad yang berawal dari mimpi (premisnya terdengar mirip dengan ‘saga’ dari Indonesia) tapi film ini tidak menyampaikan mimpi di layar, melainkan bisa memotivasi penontonnya untuk mulai bangun dan berusaha mewujudkan mimpinya.
Labels:
Korean,
Movies,
Soccer,
Timor Leste
1 comment:
film ini memang sebuah film yang mantap. aku juga jadi penasaran dengan kisah nyata di balik film ini.
aku sempet ngubek2 dengan google mencari latar belakang film ini (aku kasih beberapa link yang bisa dilihat di blogku). tidak sedramatis filmnya mungkin, tapi si pelatih korea ini memang patut diacungi jempol.
Post a Comment