tag:

30 July 2009

JERMAL: Pilihan untuk Berproses dan Berproses untuk Memilih di dalam Kehidupan



Judul:
Jermal

Sutradara:
Ravi Bharwani, Rayya Makarim

Skenario:
Rayya Makarim, Ravi Bharwani, Orlow Seunke

Para Pemeran:
Iqbal S. Manurung, Didi Petet, Yayu A.W. Unru, Chairil A. Dalimunthe, M. Rifai Andhika Piliang, Febri Hansah Pulungan, Ribut Waluyo Ritonga, Rudi Hartono

Plot:
Setelah kematian ibunya, Jaya (12) dikirim ke ayahnya, Johar, yang bekerja sebagai pengawas di sebuah jermal (tempat penjaringan ikan yang dibangun di atas tonggak-tonggak kayu di tengah lautan). Johar terkejut karena ia tak pernah tahu bahwa ia punya seorang anak. Ia tak mau mengakui Jaya sebagai anaknya. Namun ia tak mungkin membawa Jaya kembali ke daratan karena masa lalunya yang kelam; oleh karena itu Johar terpaksa menerima Jaya sebagai pekerja jermal.

Walaupun dihadapkan dengan penolakan ayahnya dan gangguan serta ejekan anak-anak pekerja jermal, Jaya tak mau menyerah pada nasib. Ia melepaskan harapan akan pengakuan ayahnya dan memutuskan untuk mempelajari keterampilan serta sikap yang diperlukan untuk bertahan hidup di atas jermal.

Seiring berjalannya waktu, Jaya berubah menjadi seperti anak-anak jermal yang lain: survivor yang tangguh dan keras. Sementara Johar terpaksa menghadapi dan menerima masa lalunya. Akhirnya, baik Johar maupun Jaya menyadari bahwa mereka terikat oleh masa lalu, dipertemukan di ruang sempit di mana mereka berada, serta terhubung oleh kebenaran yang tak mungkin dihindari.

Awalnya mereka berjumpa sebagai dua orang asing dan akhirnya mereka meninggalkan tempat itu sebagai ayah dan anak.

Catatan:
Pernah tau yang namanya jermal??
Di awal tahun 2000-an, kata jermal terlalu asing di telinga gue. Tapi seiring dengan mengemukanya masalah-masalah yang terkait dengan hak azasi manusia dan hak-hak anak, jermal menjadi lumayan sering disebut karena disinyalir tempat itu mempekerjakan anak-anak di bawah umur dengan perlakuan di luar batas peri kemanusiaan.

Awalnya mendengar tentang film ini, yang pernah dicap ‘Laskar Pelangi versi kelam’, gue sempet terbayang bakal menyaksikan film yang penuh adegan kekerasan di luar batas, seperti yang pernah disampaikan media-media massa mengenai apa-apa yang terjadi di jermal yang sesungguhnya.

Ternyata pilihan setting cerita di atas jermal untuk lebih mengangkat tema pelarian dari masalah dan keterasingan yang berpengaruh besar kepada perubahan psikologis manusia. Kurun waktu cerita yang cukup singkat, lebih kurang 3 bulan, digambarkan dapat dengan cepat mengubah perilaku manusia karena dipaksa beradaptasi dengan lingkungannya. Mungkin saja perubahan semacam itu tidak dapat dengan mudah terjadi di lingkungan masyarakat kota dalam waktu sesingkat itu.

Kondisi terasing di atas jermal digambarkan tidak selalu menjadikan manusia-manusia yang tinggal di sana berada dalam kondisi psikologis yang seragam. Manusiawi sekali bahwa semua orang memiliki mimpi masing-masing. Dalam film ini, keunikan masing-masing pribadi manusia digambarkan dengan lugu namun menyentuh.

Nggak ada adegan kekerasan yang di luar batas, sekalipun ada adegan kekerasan anak-anak terhadap anak-anak yang tidak cocok dan tidak boleh dilakukan oleh anak-anak, tapi masih bisa ‘ditolerir’ oleh penonton dewasa. Dan sekalipun banyak karakter anak-anak tapi jelas film ini bukan film anak-anak dan tidak cocok ditonton oleh anak-anak.

Digambarkan dengan jelas bahwa manusia pasti berproses dengan semua yang dihadapinya. Dan dalam berproses, manusia harus menentukan pilihannya. Pilihannya pun akan membawa manusia ke dalam proses selanjutnya.

No comments: