tag:

02 April 2008

Death in the Family

ditulis pada tanggal 1 Januari 2008


Hampir semua orang percaya bahwa cuma ada satu hal yang pasti di dunia ini, yaitu kematian. Dinyatakan bahwa semua makhluk yang pernah hidup di muka bumi ini pasti akhirnya akan mati. Sedangkan apa yang terjadi pada tiap-tiap makhluk setelah mati adalah relatif, tergantung dari keyakinan masing-masing individu.

Siap atau tidak, ditunggu-tunggu atau dihindari, bahkan sampai dipaksakan sekalipun, kematian akan tetap ‘datang’ dengan berbagai caranya. Kalo aku sih percaya bahwa sekalipun dipaksakan, kematian tetap datang pada waktunya. On time. Kalo belum waktunya, kematian ngga akan ‘sampai’. Pernah denger kan ada beberapa usaha bunuh diri yang gagal?! Pernah denger juga kan bahwa dari suatu kecelakaan maut, bisa ada satu atau sebagian kecil korban yang selamat?! Masih banyak contoh lainnya.

Kematian sekalipun hal yang pasti terjadi, kita tidak pernah tau kapan hal itu akan terjadi. Untuk diri kita sendiri, kita tidak tau kapan akan mengalaminya. Apalagi untuk orang lain. Hal ini yang selalu membuat kita ketakutan, membuat kita resah. Hal ini pula yang seringkali memicu tingkah laku manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Aku sih kurang tau bagi sodara-sodara kita yang tidak percaya akan adanya Tuhan, apa mereka juga takut akan kematian? Tapi aku di sini ngga mau ngurusin orang lain lah, urusan keyakinan adalah urusan individu masing-masing manusia, bahkan urusan masing-masing mahkluk hidup.

Introduksi di atas terdengar seperti khotbah yang mungkin sering kita dengar dari pemuka-pemuka agama. Terdengar klise, yang seringkali mungkin saja tidak ‘masuk’ di hati. Tapi kalo saja kematian ‘menghampiri’ kepada salah seorang yang kita sayangi, ‘khotbah’ yang tadinya terdengar klise akan menjadi hal yang nyata senyata-nyatanya di hadapan kita. Yang kita sayangi bisa kita sebut sebagai keluarga. Sekalipun itu sebatas kawan baik, seringkali sudah kita anggap sebagai keluarga.

Sudah beberapa kali aku ‘ditinggal pergi’ oleh mereka yang aku sayangi. Mereka lah yang pernah mengisi hari-hariku sebelum hari ini dengan apa pun yang pernah mereka lakukan untukku, secara langsung maupun tak langsung. Secara mereka sadari maupun tidak. Pahit – manis, sedih – duka selalu mewarnai kebersamaan aku dengan mereka. Masing-masing dari mereka meninggalkan kesan dan kerinduan yang terasa unik. Sekalipun sebagian dari mereka adalah binatang-binatang peliharaanku.

Masih jelas dalam ingatanku bagaimana suasana rumahku saat Ayahku meninggal dunia pada pertengahan tahun 2005. Sekalipun Ayahku sudah didiagnosa menderita penyakit yang fatal sejak 2 tahun sebelumnya, tetap saja perasaan kehilangan sempat dan kadang masih juga menghampiri kami. Di saat kematiannya kami cukup tegar, mungkin karena kami sudah mempersiapkan diri untuk kehilangan beliau sejak sakitnya sudah menjadi ‘vonis’.

Rasa kehilangan yang hadir seringkali karena aku rindu berdiskusi tentang apa saja dengan beliau. Apabila aku selesai membaca sesuatu yang menarik, misalnya tentang kemanusiaan, pastinya muncul kerinduan untuk mendiskusikannya dengan beliau. Aku masih ingat bagaimana asyiknya kami mendiskusikan cerita dalam novel The Da Vinci Code karangan Dan Brown. Kami berdiskusi tidak dalam posisi bertentangan, tapi dalam posisi bersama-sama mencari kebenaran. Indah kukenang masa-masa diskusi semacam itu. Tidak hanya buku. Film dan musik pun sering kami jadikan bahan diskusi. Topik diskusi tidak mesti berat dan mendalam. Satu kali kami berdiskusi tentang kegilaan grup musik Netral, yang menurut kami musik mereka memiliki konsep yang tanpa konsep!

Sampai sekarang pun, masih selalu teringat apa yang sering ‘diajarkan’ Ayahku kepada kami keluarganya. Warisan barang berharga yang ditinggalkan beliau tidak banyak. Kami bersyukur masih bisa tinggal di rumah kami sekarang ini, yang beliau beli dan perbaiki dengan segala yang beliau miliki. Yang lebih penting beliau banyak mengajarkan kepada kami bagaimana sebaiknya kami hidup saat ini dan nanti. Harta miliki bisa saja berpindah tangan, tapi nasihat dan ‘ajaran’ beliau tidak mungkin pergi dari hati kami. Kata orang-orang bijak janganlah kita berfigur kepada seseorang, baik itu masih hidup atau pun sudah meninggal. Tapi adalah baik apabila kita mempelajari apa saja yang pernah disampaikan oleh beliau semasa hidupnya. Hal ini membuat kita dapat merelakan kepergian beliau, tanpa melupakan kebaikan beliau dan tanpa menjadi pengkultusan pada beliau.

Di keluarga kami juga memiliki pengalaman memelihara beberapa binatang, di antaranya kucing, anjing, burung dan ikan. Kalo sekarang sih peliharaan burung dan ikan sudah tidak ada, karena memang cuma Ayahku yang suka memeliharanya. Dari pengalaman memelihara kucing dan anjing, beberapa di antaranya sudah mati. Namun sekalipun mereka ‘cuma’ binatang peliharaan, tapi mereka pun meninggalkan kesan-kesan tersendiri dan unik dari masing-masing. Ada pun yang sudah mati lebih dari 10 tahun yang lalu, tapi kami masih memiliki kenangan tersendiri bersamanya. Apalagi kenangan kami dengan anjing pertama kami yang mati tahun 2002. Anjing yang jarang menggonggong itu punya kebiasaan-kebiasaan unik yang tidak umum seperti anjing lainnya.

Anjing itu sudah menjadi seperti keluarga bagiku. Sampai akhirnya dia mati karena penyakit tuanya. Kebiasaan-kebiasaanya masih selalu kami ingat, terutama kebiasaannya untuk selalu jadi tuan rumah yang baik apabila ada yang bertamu di rumah kami. Dia selalu menemani kami menemui tamu dengan duduk atau tiduran di salah satu kursi di antara kami.

Rasa kehilangan karena kematian anggota keluarga dan ‘keluarga’ adalah hal yang cukup berat bagi yang ditinggalkan. Ingatan dan kenangan akan mereka yang pergi seringkali membuat kerinduan yang tak terhingga. Namun lebih penting bagaimana kita yang ditinggalkan menyikapi rasa kehilangan dan kerinduan itu. Aku sih berusaha untuk menjadikan rasa itu sebagai tumpuan untuk kebaikan langkah hidup berikutnya.

NB:
Judul di atas dipilih bukan berarti aku mau pamer. Judul di atas mengutip salah satu episode di komik serial Batman yang menceritakan kematian Robin ‘kedua’ oleh salah satu musuh Batman. Cerita lengkapnya aku sudah lupa (lagipula waktu itu komiknya juga boleh minjem) tapi tutur ceritanya yang gelap membuat saya merasa pas untuk mengutip judulnya. ‘Kematian dalam Keluarga’, kira-kira begitu terjemahannya, untuk mewakili keseluruhan inti tulisanku ini.

No comments: